Globalisasi dalam Sudut Pandang Para Penganut Globalisme (Globalists): Perkembangan Teknologi dan Dominasi Budaya Kapitalis

Tinggalkan komentar

o Latar Belakang
Neil Postman pernah memperingatkan, saat kehidupan kultural didefinisikan kembali sebagai arus hiburan tanpa henti, bila wacana serius publik, seperti agama, kemanusiaan, ketidakadilan, telah menjadi sebentuk ocehan bayi dan acara televisi telah menjadi substansi dari agama, maka sebuah bangsa akan berada ditepi jurang kematian kebudayaannya (Wibowo Fred:2007:11).
Suku-suku di Papua sedang mengalami geger budaya atau bukan tidak mungkin. Banyak studi atau penelitian membuktikan bahwa dibalik kemajuan pembangunan di Papua, pada saat yang sama, suku-suku di Papua yang tidak kuat dan kurang beradaptasi terhadap perubahan yang berlangsung cepat di wilayahnya, sedang mengalami geger budaya. Geger budaya sejak industri-industri masuk ke wilayah Papua, bahkan saat ini semakin intensif, menunjukkan sebuah perubahan sosial-budaya yang sangat drastis. Perubahan tersebut dapat terlihat dari bagaimana masyarakat Papua telah mengenal teknologi modern dalam kurun waktu tiga dekade. Teknologi modern memberikan sebuah perubahan baru dalam kehidupan masyarakat Papua dan fenomena ini, kini sedang menjadi sebuah pergulatan dalam masyarakat Papua, bahwa bagaimana mereka dapat menerima kebudayaan baru, yang datang dari luar lingkungannya, tanpa mengalami pergeseran nilai budaya asli, yang pastinya akan berdampak pada tatanan hidup mereka.
Budaya lokal berada pada posisi terancam. Budaya lokal bertahan atau bergeser tergantung pada legitimasi adat, komunitas/suku-suku yang berada di Papua sebagai penganut dan pelaksana budayanya. Komunitas adat yang lemah pastinya akan berdampak pada gegernya nilai-nilai baik dari komunitas local itu. Komunitas lokal yang kuat pasti akan mempertahankan nilai-nilai hidup baik sekali pun arus golobalisai atau indutrialisasi mengerogoti ketahanan budaya. Fenomena pergeseran nilai budaya asli tersebut dapat timbul akibat kebijakan-kebijakan pembangunan yang tidak berpihak kepada masyarakat Papua tanpa mempertimbangkan adanya hak-hak cultural warga negara yang harus dilindungi dan dihormati yang di dalamnya terdapat unsur legitimasi Adat. Misalnya, kehadiran dan keberadaan perusahaan-perusahaan lokal, nasional dan multiinternasional yang ada, misalnya; PT. Freeport Indonesia Mc moran, sebagai pihak yang mengelola pertambangan emas di wilayah kabupaten Timika. PT. British Petroleum yang mengelola gas dan minyak bumi di Bintuni. PT. Rajawali, PT.PN II Arso yang mengelola minyak kelapa sawit di Kabupaten Arso.
Keberadaan dan kehadiran perusahaan-perusahaan tersebut telah mengeksploitasi sumber daya alam Papua secara besar-besaran. Ekplorasi itu mengakibatkan rusaknya ekosistem alam. Rusaknya ekosistem laut akibat pembuangan limbah, suku-suku asli kehilangan Hak Ulayat dan mata pencaharian akibat ilega loging, tambang, dan perusahaan kelapa sawit yang membabat habis hutan sagu. Fenomena ini semakin menjelaskan bahwa keberadaan industri memberi dampak semakin melemahnya legitimasi Adat-istiadat dan tradisi masyarakat Papua yang dengan mudah, dapat dimanfaatkan pada momen-momen tertentu untuk kepentingan beberapa pihak semata. Misalnya, kepentingan kaum pemodal dan politikus yang raskus kekayaan dan jabatan. Melemahnya legitimasi adat itu sangat terlihat lagi dari perilaku anak muda. Anak muda Papua tegelam dalam Budaya Massa. Kata mereka yang tegelaman itu “cuek is the best”. Cuek terhadap sorotan, tuduhan dan harapan kaum tua kepada kaum mudah sebagai generasi pewaris nilai-nilai budaya asli. Sikap cuek ini mengungkapkan bahwa globalisasi cukup memberikan potensi yang sangat signifikan dan mampu mempengaruhi kehidupan anak muda Papua dewasa ini. Kaum muda Papua mengikuti gaya selebritis media massa seperti, Televisi, Internet, Telepon Seluler (Hp), dan lain sebagainya.

o Permasalahan
Perkembangan teknologi yang terjadi di Papua tidak dapat dipungkiri lagi berjalan searah dengan masuknya globalisasi di Papua. Dengan adanya perkembangan teknologi yang digunakan oleh masyarakat Papua yang dahulu disebut primitif berubah menjadi masyarakat yang “melek teknologi” sehingga memunculkan interaksi budaya antara budaya lokal dengan buadaya luar Papua. Dalam artikel tersebut juga bahwa anak muda Papua saat ini tenggelam dalam Budaya Massa dan kaum muda Papua mengikuti gaya selebritis media massa layaknya di Televisi dan Internet.
Dalam kasus ini dapat kita lihat dampak dari perkembangan teknologi bagi masyarakat Papua sehingga terjadi interaksi budaya luar dengan budaya lokal. Namun bagaimanakah kasus yang terjadi di Papua ini dari sudut pandang para Globalists? Serta apa kritik untuk para globalist terhadap kasus yang terjadi di Papua tersebut?

o Pembahasan
Globalisasi adalah satu kata yang mungkin paling banyak dibicarakan orang selama lima tahun terakhir ini dengan pemahaman makna yang beragam. Namun, apa yang dipahami dengan istilah globalisasi akhirnya membawa kesadaran bagi manusia, bahwa semua penghuni planet ini saling terkait dan tidak bisa dipisahkan begitu saja satu sama lain walau ada rentang jarak yang secara fisik membentang. Dunia dipandang sebagai satu kesatuan dimana semua manusia di muka bumi ini terhubung satu sama lain dalam jaring-jaring kepentingan yang amat luas.Pembicaraan mengenai globalisasi adalah pembicaraan mengenai topik yang amat luas yang melingkupi aspek mendasar kehidupan manusia dari budaya, politik, ekonomi dan sosial.
Globalisasi juga merupakan fenomena sosial-budaya yang dengan cepat merubah pola hidup manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Globalisasi pun menawarkan kepuasan individual dan golongan yang semakin menekan pengambilan keputusan dengan resiko yang sangat riskan. Keputusan tanpa pertimbangan matang, yang berdampak pada terancamnya keberadaan sebuah kebudayaan asli. Semisal, keputusan melalui kesombongan teknologi, ekonomi, politik, yang secara berangsur dapat dengan mudah menggeser nilai-nilai budaya atau tradisi asli. Globalisasi di bidang ekonomi barangkali kini menjadi kerangka acuan dan sekaligus contoh yang saat ini paling jelas menggambarkan bagaimana sebuah kebijakan global bisa berdampak pada banyak orang di tingkat lokal, sementara wacana globalisasi dalam hal yang lain mungkin tidak begitu mudah diamati secara jelas.
Dari sudut pandang para Globalists, globalisasi sebagai sebuah perkembangan yang tak terelakkan yang tidak dapat ditahan atau secara signifikan dipengaruhi oleh campur tangan manusia, khususnya melalui lembaga – lembaga politik tradisional, seperti negara – bangsa. Para Globalis neo-liberal beragumen bahwa globalisasi sebagai kemenangan otonomi individu, dan prinsip pasar atas kekuasaan negara. Mereka menekankan manfaat dari teknologi baru, komunikasi global dan kontak budaya meningkat.
Pada kasus di Papua ini dapat kita lihat bahwa Globalisasi yang terjadi di Papua ini merupakan fenomena transformasi dari teknologi lama beralih ke teknologi baru yang lebih canggih dan maju. Adanya penggunaan teknologi baru di Papua khususnya dalam bidang komunikasi dan informasi secara langsung atau tidak langsung teerjadi interaksi budaya antara budaya lokal Papua dengan budaya dari luar Papua. Selain itu dari sudut pandang para globalis neo-liberal yang melihat globalisasi sebagai kemenangan otonomi individu dan prinsip pasar atas kekuasaan negara, kasus yang terjadi di Papua ini juga salah satu kemenangan otonomi individu dan kekuasaan daerah untuk menentukan langkah – langkah nasib masyarakat Papua. Kebebasan individu masyarakat Papua seperti memperoleh pendidikan, keamanan, dan kehidupan yang layak mudah didapatkan dengan adanya globalisasi diseluruh aspek kehidupan bermasyarakat di Papua.
Sedangkan menurut para globalists Neo-Marxis yang menekankan globalisasi sebagai dominasi kepentingan ekonomi dan politik ini, melihat kasus yang terjadi di Papua ini merupakan dominasi dari kepentingan ekonomi yang mana banyaknya perusahaan tambang asing yang berdiri untuk memberikan investasinya di daerah – daerah di Papua untuk mengelola tambang yang ada di Papua. Dilain pihak, dominasi politik juga terjadi karena adanya kepentingan kelompok tertentu untuk menguasai sehingga dominasi ekonomi yang ada merupakan politik cost untuk kepentingan kelompok tertentu.
Antara negatif dan positif dampak yang terjadi pada Papua. Adanya pengenalan, penggunaan, serta perkembangan dari teknologi lama ke teknologi baru merupakan suatu kemajuan yang positif untuk masyarakat di Papua sehingga masyarakat Papua menjadi “melek teknologi”. Selain itu dampak positif yang diberikan oleh globalisasi di Papua ialah adanya kontak budaya antara budaya lokal dengan budaya diluar Papua sehingga menjadikan masyarakat Papua mengetahui keanekaragam budaya yang ada atau bahkan terjadi perkawinan budaya antara budaya asli Papua dengan budaya diluar Papua. Tidak hanya dampak positif saja yang didapat oleh masyarakat Papua tetapi dampak negatif juga yang diterima oleh masyarakat Papua. Adanya “melek teknologi” yang dialami masyarakat Papua juga memberikan dampak negatif yaitu dengan adanya perkembangan teknologi menjadikan perubahan gaya hidup atau pola konsumsi masyarakat Papua. Pergeseran nilai dan degradasi norma serta budaya merupakan akibat negatif dari globalisasi. Anak muda Papua saat ini dapat katanya “cuek” terhadap kelesatarian budaya leluhur mereka karena lebih memilih budaya populer atau budaya asing untuk diikuti perkembangannya.
Dari segi sosial, dampak negatif globalisasi di Papua ini adalah terpaan media massa luar yang memperlihatkan pola hidup yang berbeda di Papua sehingga masyarakat terpengaruh mengikuti pola hidup konsumtif dan hedonis. Selain itu dari segi SARA, memang dengan adanya globalisasi akan timbul toleransi yang tinggi tetapi tidak dapat dihindari pula gesekan – gesekan yang berbau SARA memberikan perpecahan konflik dan perang saudara yang ada di Papua.
Namun dampak yang sebenarnya buruk dari globalisasi itu sendiri ialah dominasi budaya kapitalis yang terjadi diseluruh bagian kehidupan di masyarakat. Hal ini dapat terjadi akibat dominasi kepentingan ekonomi yang timbul di daerah Papua. Dengan adanya sumberdaya tambang yang melimpah di Papua merupakan salah satu faktor kunci timbulnya dominasi kapitalis yang juga didasarkan adanya kepentingan ekonomi yang dibawa oleh suatu kelompok tertentu sebagai alasan politik cost mereka. Dalam kasus di Papua banyak sekali perusahaan asing yang berdiri misalnya PT. Freeport Indonesia Mc moran, sebagai pihak yang mengelola pertambangan emas di wilayah kabupaten Timika. PT. British Petroleum yang mengelola gas dan minyak bumi di Bintuni. PT. Rajawali, PT.PN II Arso yang mengelola minyak kelapa sawit di Kabupaten Arso. Secara tidak langsung perusahaan asing ini membawa budaya dari mana mereka berasal dan diasimilasikan atau akulturasikan dengan budaya lokal. Memang adanya asimilasi dan akulturasi budaya ini merupakan hal baik namun dibalik semua itu akan muncul dominasi budaya kapitalis melalui program – program CSR perusahaan asing tersebut yang diberikan kepada masyarakat setempat.
Dampak dominasi budaya kapitalis tidak hanya datang dari globalisasi yang menekankan kepentingan ekonomi saja tetapi perlu kita ingat juga bahwa dominasi budaya kapitalis yang muncul juga dari media massa. Dimana peranan media massa yang kuat apalagi dengan adanya perkembangan teknologi dibidang informasi dan komunikasi memberikan jalan mulus bagi medi untuk memberikan paradigma atau opini publik mereka. Dalam teori komunikasi massa dimana Teori Imperialisme Budaya berasumsi bahwa media massa barat menguasai seluruh media massa di dunia. Dengan kata lain media massa barat menguasai media massa negara ketiga. Kembali pada dominasi budaya kapitalis yang muncul oleh peranan media massa dengan menghadirkan acara – acara media massa yang berbau kapitalis melalui cara penyajian dan penyiaran yang menarik sehingga masyarakat lokal tertarik untuk melihat atau bahkan “membeli” acara tersebut. Hal inilah yang menjadikan Globalisasi sebagai fenomena dilema sosial – budaya yang kompleks karena memberikan efek yang dapat dikatakan untung tetapi rugi atau rugi tetapi untung bagi masyarakat luas pada umumnya dan masyarakat Papua pada khususnya yang terkena arus globalisasi ini.

o Penutup
Adanya pengenalan, penggunaan, serta perkembangan dari teknologi lama ke teknologi baru merupakan suatu kemajuan yang positif untuk masyarakat di Papua sehingga masyarakat Papua menjadi “melek teknologi”; adanya kontak budaya antara budaya lokal dengan budaya diluar Papua sehingga menjadikan masyarakat Papua mengetahui keanekaragam budaya yang ada atau bahkan terjadi perkawinan budaya antara budaya asli Papua dengan budaya diluar Papua; pergeseran nilai dan degradasi norma serta budaya merupakan akibat negatif dari globalisasi; gesekan – gesekan yang berbau SARA memberikan perpecahan konflik dan perang saudara yang ada di Papua; dan dominasi budaya kapitalis yang terjadi diseluruh bagian kehidupan di masyarakat itu semua merupakan sisi positif dan negatif yang terjadi pada globalisasi di daerah Papua.
Terlepas dari itu semua, globalisasi bagaikan fenomena dilema sosial – budaya yang kompleks. Banyak faktor yang saling mempengaruhi aspek satu dengan aspek yang lainnya. Dampak pun bagaikan dua mata pisau yang tajam. Namun yang terjadi pada proses globalisasi tersebut merupakan suatu cara bagaimana masyarakat untuk melangkah lebih dewasa dan baik lagi melalui adanya proses – proses yang positif atau pun negatif dalam setiap perubahan sosial bermasyarakat tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

http://beritamanado.com/more/opini/globalisasi-mengancam-budaya-papua/117693/, (diunduh pada tanggal 30 Oktober 2012).

Servaes, J. 2008. Communication for Development and Social Change. Singapore: SAGE
Publications Asia-Pacific Pte Ltd.

MUSIK DAN GENDER: REPRESENTASI PERJUANGAN GENDER TERBALIK PADA LAGU FRAU I’M A SIR DAN THE PANASDALAM BAND CITA – CITAKU

Tinggalkan komentar

          Dunia musik tidak mengenal batas wilayah, usia, ras dan sebagainya. Musik bisa dinikmati oleh siapapun juga. Saat ini, musik berkembang mengikuti perkembangan pola pikir manusia. Ini yang menyebabkan jenis musik menjadi lebih beragam. Begitu pula perkembangan dunia musik di Indonesia yang menarik untuk diikuti. Karena perkembagan musik di Indonesia dewasa ini selalu mengikuti perkembangan waktu yang ada di Indonesia. Industri musik di Indonesia tidak bisa dipungkiri apabila dalam proses perkembangannya memiliki andil dalam perkembangan seni pula di Indonesia. Dari perkembangan musik ini muncul artis – artis atau penyanyi dan band yang menciptakan karya mereka. Tidak hanya artis, penyanyi, atau band saja yang muncul akibat pesat perkembangan musik, bahkan aliran musik pun menjadi lebih bervariasi dalam berkarya dari dangdut hingga jazz. Semua berkembang sesuai perkembangan kondisi dan waktu saat ini. Sebagai ungkapan rasa hati, musik juga digunakan sebagai arus perjuangan bagi minoritas kelompok untuk menyuarakan keberadaan mereka, tujuan, atau apa yang sedang terjadi di sekitar lingkungan kita. Penggunaan musik sebagai penyuara perjuangan atau penggambaran apa yang sedang terjadi di sekitar lingkungan kita ini diperlihatkan oleh dua seniman dibidang musik yaitu Frau dan The PanasDalam Band. Mereka ini menyuarakan apa yang sedang terjadi di lingkungan kita melalui lirik dilagu – lagu mereka dengan balutan aliran musik dan keunikan cara mereka bermain musik. Satu lagu yang sangat menarik untuk dibahas dimana kedua seniman ini melihat perjuangan gender secara unik dengan sudut pandangan yang berbeda. Frau dengan lagu berjudul I’m a Sir sedangkan The PanasDalam Band dengan judul lagu Cita – citaku merupakan cara dua seniman ini menyuarakan gender dengan cara mereka masing.

Apa itu Musik, Gender, dan Bentuk Perjuangannya?

Secara harfiah kata musik berasal dari bahasa Yunani yaitu Mousal yang memiliki arti sembilan dewi yang menguasai seni, seni murni dan seni pengetahuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik diartikan sebagai ilmu atau seni penyusunan nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan. Musik merupakan bagian kesenian dan kesenian merupakan kebudayaan sehingga dapat dimaknai bahwa musik merupakan salah satu kebudayaan manusia dimana keterkaitan antara musik dan manusia selalu menjadi fokus kajian karena kebudayaan musik adalah produk konseptual (cognitive) dan perilaku (behavior) masyarakat. Terkadang musik merupakan sebuah gambaran dari kehidupan masyarakat pada saat itu seperti yang diungkapakan oleh Merriam pada buku “The Anthropology of Music” (1962: 32 – 33), musik merupakan suatu lambang yang berkaitan dengan hal – hal ide, maupun perilaku masyarakat. Pada hakikatnya musik merupakan sebuah bagian dari seni yang menggunakan bunyi sebagai media penciptaannya dan merupakan ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk suatu konsep pemikiran dimana dalam pengungkapannya merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat pada saat tertentu.

Gender itu berasal dari bahasa latin “genus” yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya. Menurut Ilmu Sosiologi dan Antropologi, gender itu sendiri adalah perilaku atau pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang sudah dikonstruksikan atau dibentuk di masyarakat tertentu dan pada masa waktu tertentu pula. Gender ditentukan oleh sosial dan budaya setempat sedangkan seks adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan oleh Tuhan. Misalnya laki-laki mempunyai penis, memproduksi sperma dan menghamili, sementara perempuan mengalami menstruasi, bisa mengandung dan melahirkan serta menyusui dan menopause. Dalam beberapa teori, definisi gender sendiri memiliki banyak pemahaman, misalnya saja menurut teori kodrat alam yang mengungkapkan bahwa teori ini melihat perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang jender (Suryadi dan Idris, 2004). Teori ini dibagi menjadi dua yaitu:

  • Teori Nature:  Teori ini memandang perbedaan gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu dipermasalahkan.
  • Teori Nurture: Teori ini lebih memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan.

Pada hakikatnya gender merupakan perbedaan – perbedaan sifat, peranan, fungsi dan status antara laki-laki dan perempuan bukan berdasarkan pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur masyarakat yang lebih luas.

Dalam konteks bentuk perjuangan gender, antara musik dan gender juga memiliki keterkaitan yang saling support. Musik yang notabene sebagai media apresiasi dan refleksi dari kehidupan setiap manusia dapat dijadikan sebagai media perjuangan atas apapun pada umumnya dan perjuangan gender pada khususnya. Melalui tulisan yang dijadikan lirik dalam sebuah lagu, perjuangan gender itu disuarakan. Terdapat makna dan filosofi tersirat bahkan ada yang terus terang mendukung perjuangan gender melalui musik dan lirik lagu. Contohnya saja dua seniman musik yang akan kita bahas yaitu Frau dan The PanasDalam Band ini. Dua seniman yang memilik cara unik menyampaikan perjuangan atas gender dengan sudut pandang yang unik pula. Kita sering mendengarkan musik dengan lagu – lagu pop cinta yang mana dalam lirik lagu tersebut digambarkan seorang perempuan yang sedang jatuh cinta, patah hati, dan beberapa perasan hati mereka terhadap laki – laki. Hal tersebut menggambarkan dimana seorang perempuan terlihat inferioritas terhadap perasaan mereka dan menggambarkan bahwa laki – laki memiliki superioritas atas perasaan mereka. Gambaran seperti inilah yang sering kita dengar dibeberapa lirik lagu. Bukan sebuah perjuangan gender tetapi inferioritas perempuan terhadap laki – laki. Namun apabila kita melihat dua seniman unik yang akan kita bahas ini, maka kita akan melihat bagaimana seorang Frau yang berani lentangkan suara perjuangan gender dengan lagunya I’m A Sir dan The PanasDalam Band yang menyuarakan perjuang gendernya dalam lagu Cita – citaku, maka akan terlihat keunikkan tersendiri dalam apresiasi mereka berdua ini.

Siapakah Frau dan The PanasDalam Band?

Dalam dunia industri musik Indonesia kita sering mendengar penyanyi atau grup band seperti Ungu, Coklat, Andien, dan banyak lagi. Namun apabila kita ditanya siapa Frau dan The PanasDalam Band itu maka banyak dari kita jarang mendengar nama dua seniman ini. Sebenernya siapa kedua seniman musik ini? Dan seperti apa aliran musik mereka ini? Maka kita akan mengenal lebih dekat dengan kedua seniman musik ini.

Frau merupakan sebutan Nyonya atau panggilan Istri dalam bahasa Jerman. Kata yang dipilih oleh  Leilani Hermiasih yang merupakan lulusan SMA Stella Duce 1 Yogyakarta yang saat ini duduk di bangku Jurusan Antropologi UGM. Setelah sempat mengenyam karir di Anggisluka, mencabik bass di Essen Und Blood dan menjadi kibordis ‘tambahan’ di Southern Beach Terror, mahasiswi ini diam-diam merangkai beberapa komposisi lagu yang dimainkan dan dinyanyikan sendirian. Beberapa lagunya mengadopsi jurus maut Regina Spektor dan sisanya punya rasa lebih manis dikecap di segala cuaca dan suasana layaknya musik pop ampuh pada umumnya. Frau muncul ditengah maraknya solois-solois perempuan muda yang leluasa memainkan alat musik sambil bersenandung menjeritkan imajinasi, perasaan atau lika-liku hidupnya didepan mikrofon dan kamera mungil yang tertanam di laptopnya. Sebuah aktivitas privat diluar rutinitas yang tak jarang tersiar di situs-situs dunia maya hingga ajakan ajaib untuk unjuk gigi diatas panggung. Leilani ini juga terinspirasi oleh banyak musikal yang diproduksi oleh Cameron Macintosh dan ditulis oleh Andrew Lloyd Webber. Dengan latar belakang pemain piano klasik, Frau merupakan duet antara Leilani dengan pianonya yang bernama Oskar. Kemunculannya pada di industri musik pada 2008 memberikan warna yang berbeda dalam dunia musik Indonesia. Frau dengan beraliran musik klasiknya secara tersirat memberitahukan bagaimana seorang Leilani memandang kehidupan bermasyarkat melalui lirik lagunya di album Starlit Carousel.

Tidak jauh beda dengan Frau, The PanasDalam Band merupakan Band beraliran ballad yang berdiri sejak tahun 1995 ini sangatlah unik. The PanasDalam Band yang didirikan oleh tujuh mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain – Institut Teknologi Bandung (FSRD – ITB) ini memiliki bahasa unik dalam menyebut personil atau instrumen dalam The PanasDalam Band. Perjalanan musik mereka sejak 1995 sehingga sekarang telah menerbitkan tiga album yaitu: Only Ninja Can Stop Me Now, Merunduk, dan Only Almarhum Ninja Can Stop My Tamborine. Keunikkan lain ialah mereka menganggap bahwa The PanasDalam Band ini adalah sebuah negara dan perangkatnya dengan menyebut Negara Kesatuan Republik The PanasDalam. Bukan bermaksud melenceng aturan yang ada di masyakarat, lirik The PanasDalam Band ini memiliki keberanian dalam menyuarakan hal yang marginal dalam masyarakat. Band yang dipersonili oleh Erwin, Nawa, Roy, Pidi, Alga Indria, dan Budi ini melalui lirik lagu mereka yang berani dan nakal, The PanasDalam Band yang menyukai Rolling Stone ini juga melihat bagaimana perjuangan gender tetapi dengan cara mereka sendiri.

Pejuangan Gender dan Perjuangan Gender Terbalik

Kita sering mendengar kata Gender di lingkungan kita. Banyak definisi akan kata Gender ini dimana pemahaman gender masih sangat kurang dan sering didiskusikan dalam berbagai forum. Lebih jauh dari itu, sebenarnya perjuangan gender di lingkungan kita sering kita jumpai walaupun terkadang masih ada perbedaan hak antara laki – laki maupun perempuan. Dalam konteks perjuangan gender dimana seorang perempuan memiliki hak sama tinggi dan sejajar dengan hak yang dimiliki oleh laki – laki. Tidak hanya hak saja yang menjadikan perjuangan pernyetaraan gender tetapi juga tugas atau kewajiban yang diberikan antara laki – laki dan perempuan haruslah sama. Namun di masa yang telah berkembang ini masih saja permasalahan gender yang belum terselesaikan secara tuntas walaupun memang ada pernyataan bahwa gender dibentuk oleh konstruksi sosial budaya. Tetapi hal itu tidak akan menghambat perjuangan gender yang dilakukan oleh para aktifis gender. Dalam lingkup yang luas, perjuangan gender sebenarnya sangat berkembang. Bahkan saat ini kita sering mendengar istilah Woman in Development, Woman and Development, dan Gender and Development dimana istilah – istilah ini merupakan perjuangan gender yang sedang dikembangkan diberbagai dunia. Lepas dari beberapa istilah tersebut masih banyak diskriminasi gender yang terjadi di sekitar kita seperti marginalisasi, subordinasi, stereotip, dan kekerasaan terhadap perempuan. Memperjuangkan gender bukanlah berarti mempertentangkan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Tetapi, ini lebih kepada membangun hubungan (relasi) yang setara. Kesempatan harus terbuka sama luasnya bagi laki – laki dan perempuan.

Lalu apa yang dimaksud perjuangan gender terbalik? Seperti apa bentuk perjuangannya? Apakah pernah dilakukan? Pertanyaan seperti itu yang akan muncul ketika bertanya definisi perjuangan gender terbalik. Memang masih agak sulit memberikan pemaham akan perjuang gender terbalik ini. Melihat dari perjuangan gender pada umumnya dimana kebanyakaan memperjuangan hak dan kewajiban dari perempuan yang ingin sejajar dengan laki – laki. Namun beda dengan perjuangan gender terbalik ini, dimana perjuangan ini dilakukan oleh seorang laki – laki yang memiliki keinginan layaknya seorang perempuan. Apabila dikata seorang laki – laki ini sebagai transeksual mungkin belum bisa dikategorikan seperti itu melainkan dalam konteks perjuangan gender terbalik ini bagaimana seorang laki – laki yang memiliki peranan yang sama dilakukan layaknya perempuan (kecuali secara biologis) atau mungkin memiliki kesamaan dengan konsep Fatherhood. Dimana dalam konsep tersebut seorang laki – laki juga melakukan apa dilakukan perempuan pada umumnya (kecuali secara biologis).

Representasi Perjuangan Gender dan Gender Terbalik pada Lagu Frau – I’m A Sir dan The PanasDalam – Cita – Citaku

Layaknya perjuangan tanpa lelah, ini yang dilakukan oleh beberapa aktifis atau seseorang dalam memperjuangan gender. Frau menyuarakan perjuangan gendernya melalui lagu berbahasa inggris yang berjudul I’m A Sir. Sengaja atau tidak sengaja, Frau secara langsung ikut serta memperjuangkan gender dengan cara pandang Frau sendiri melalui musik klasik dan lirik lagu yang dibawakannya. Leilani yang dikenal sebagai Frau ini menggambarkan bagaimana seorang perempuan berjuang dalam memperoleh pengakuan dari seluruh dunia. Dalam lirik lagu digambarkan oleh Frau bahwa perlu upaya yang kuat untuk seorang perempuan memperoleh pengakuan. Hal ini dapat kita lihat makna dari liriknya yaitu “I’d dress up like a sir, I’d dress up as asir, Stick on a mustache, a beard, and some speckles and put on a hat like a sir”. Perjuangan memperoleh pengakuan untuk seorang perempuan yang harus berpenampilan layaknya seorang Tuan (laki – laki). Representasi perjuangan ini tidak lepas bagaimana sosok perempuan yang masih dipandang sebagai yang kedua atau dimarginalkan akibat konstruksi struktur budaya dan sosial yang telah mendarah daging di masyarakat. Penggambaran perjuangan gender yang dilakukan oleh Frau tidak hanya pada lirik itu saja. Lirik berikutnya yaitu “ I’d step up like a sir, I’d step up as a sir, My queen shall lay her sword on my shoulders as I say my prayers to bless her”, dimana dapat digambarkan pula bahwa Frau ingin memberitahukan layaknya Sir (Tuan) seorang perempuan akan diakui lalu akan diberkati oleh Ratu layaknya Ratu memberkati seorang satria dengan meletakkan pedang dibahunya. Dalam realitas yang terjadi saat ini khususnya di budaya Jawa dimana Frau ini dibesarkan, sulit untuk perempuan mendapatkan kesetaraan yang sama dengan laki – laki. Bahkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi masih banyak perempuan di budaya Jawa yang di marginalkan. Hal ini juga representasi akan perjuangan Kartini pada saat penjajahan Belanda dimana Kartini berjuang untuk mendapatkan kesetaraan pendidikan dengan laki – laki namun apa dikata beliau harus berdiam diri dirumah dinikahkan oleh orang tuanya walaupun perjuang beliau tidak berhenti untuk mendapatkan kesetaraan dengan laki – laki.

Belum selesai Frau menggambarkan perjuangan gendernya dilirik lagu I’m A Sir. Lirik berikutnya yaitu “The world would bloom as thye shout out my name loud and clear, The skies would cheer for my life and the cloud would appear to see me, just to see me, And I’d be quite a legend for the next hundred years, My life would never be ever so sad and no tears would trickle down my cheeks and my eyes”, dalam lirik ini digambarkan oleh Frau bahwa  kebahagiaan seorang perempuan yang sangat luar biasa ketika dia (perempuan) mendapatkan pengakuan dari lingkungannya bahkan dunia pun menyambut dengan ria gembira dan perempuan ini akan menjadi legenda atau dikenang hingga ratusan tahun. Dalam representasi perjuangan gender, apa yang digambarkan Frau pada bait lagu ini dapat kita lihat dalam kehidupan nyata dimana telah banyak perempuan yang meraih prestasi yang gemilang atau bahkan prestasi mereka (perempuan) lebih baik dibandingkan laki – laki. Inilah cara Frau menggambarkan perjuangan gender melalui musik klasiknya dan penggambaran lirik yang imajinatif. Seorang seniman musik yang memiliki cara tersendiri dalam merefleksikan apa yang terjadi pada dirinya atau pun masyarakat. Begitu pula Frau yang merefleksikan perjuangan gender ini sesuai apa yang dia rasa dan lihat di kehidupan sosial budaya Frau dibesarkan.

Berbeda pula cara pandang Frau (Leilani) melihat perjuangan gender dengan The PanasDalam Band ini. Bila Frau melihat perjuangan gender dari budaya jawa yang mengeduakan perempuan, The PanasDalam Band melihat perjuangan gender dari sisi laki – laki yang ingin menjadi sosok perempuan. Penggambaran yang unik dilakukan oleh The PanasDalam Band ketika dominasi laki – laki masih superior atas perempuan dimana muncul sosok laki – laki yang menginginkan dirinya terlahir sebagai perempuan. Penggambaran ini dapat kita bait lagu Cita – citaku.

Cita – cita ku ingin menjadi polwan

mana mungkin aku hanya lelaki
oh Tuhan…. , tolong hamba-Mu
aku tak sudi jadi bapak polwan

cita – citaku ingin jadi bu ahmad
mana mungkin aku hanya lelaki
oh ibu…., jangan paksa aku
aku tak sudi jadi bapak ahmand

Reff:

sedih, hatiku sedih
terlahir sebagai seorang lelaki
oh Tuhan, tolong hamba-Mu
terlahir sebagai seorang lelaki
oh ibu, jangan paksa aku
ini bukan zaman siti nurbaya……

lagi….

seandainya…

aku boleh memilih sebelum dilahirkan,

betapa enak menjadi perempuan,
tinggal membuka aurat,

lelaki bekerja keras untuk mendapatkannya

cita – citaku ingin menjadi tomboy
mana mungkin aku hanya lelaki
oh Tuhan, tolong hamba-Mu
aku tak sudi jadi lelaki tomboy

cita – citaku ingin jadi lesbian
mana mungkin aku hanya lelaki
oh ibu, jangan paksa aku
aku tak sudi menjadi homo sex

ingat perjuangan belum selesai maka dari itu…..

dimana ada kemauan disana ada jalan
dimana ada kemaluan disini ada persoalan

 

Dari lirik tersebut dapat kita lihat bagaimana The PanasDalam Band menggambarkan suatu kejadian yang tidak biasa terjadi pada masyarakat umum yaitu seorang laki – laki yang mencita – citakan menjadi seorang perempuan. Bahkan laki – laki tersebut memohon pertolongan kepada Tuhan untuk laki – laki keperempuanan (seperti Bapak Polwan, Lelaki Tomboy). Dalam reff lagu Cita – citaku ini juga menggambarkan perasaan laki – laki tersebut yang sedih karena terlahir menjadi lelaki bahkan laki – laki ini tidak mau dipaksa menjadi laki – laki. Representasi perjuangan gender terbalik dari lirik ini ialah pada saat ini banyak perjuangan gender yang menyuarakan hak dan kewajiban perempuan harus setara dengan laki – laki, muncul sosok laki – laki yang menyuarakan bahwa laki – laki pun tidak salah apabila dapat melaksanakan hak dan kewajiban yang dibebankan kepada perempuan.

Melihat lebih dalam dan luas lagi dari lirik The PanasDalam Band yang berani dan nakal, kita dapat mengetahui pemaknaan perjuangan gender terbaliknya tidak hanya sekedar dalam hal hak dan kewajiban yang sama dibebankan kepada laki – laki, namun pemaknaannya juga menggambarkan sifat perempuan yang kelaki – lakian (Tomboy) dan penjalinan hubungan antar jenis kelamin. Sifat tomboy dapat dikaitan dengan perjuangan gender terbalik bahwa banyak penggambaran laki – laki menjadi Transeksual, namun laki – laki ini tidak ingin transeksual tetapi dia (laki – laki) menjadi perempuan yang maskulin bukan perempuan yang feminim. Untuk hubungan antar jenis kelamin masih terlalu sulit dimasukkan dalam kaitannya perjuangan gender dan perjuangan gender terbalik walaupun ada pendapat bahwa hubungan antar homosex atau heterosex itu tidak jadi permasalahan karena pandangan hubungan tersebut merupakan salah satu konstruksi sosial juga.

Lepas dari masalah tersebut, The PanasDalam secara jelas memberikan beberapa argumen yang agak kontrofersial namun dalam penggambaran kehidupan yang terjadi memang seperti hal tersebut yaitu perempuan dilihat hanya sebagai dalam lingkup jenis kelamin saja tetapi bukan karena peran dan tugas mereka (perempuan). The PanasDalam juga menambahkan bahwa perjuangan untuk melawan ketidaksamaan perilaku dalam gender belum berakhir walaupun dalam lirik tersebut terpotong sehingga memberikan yang multi-makna untk mengartikannya.

Melalui lirik yang berani dan aliran musik balladnya, The PanasDalam Band menyuarakan perjuangan gender terbalik mereka. Bahwa tidak hanya perempuan yang harus setara hak dan kewajibannya dengan laki – laki tetapi laki – laki juga memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan apa yang telah dibebankan kepada perempuan selama ini tanpa harus dipaksa kalau laki – laki hanya boleh melakukan apa yang dikatakan oleh konstruksi kategorikan sebagai laki – laki.

Dalam Bingkai Atribusi Sosial

Frau dan The PanasDalam Band merrupakan dua seniman musik yang unik dalam mengungkapan apa yang mereka rasa dan apa yang sedang terjadi pada sekitar mereka. Melalui bait – bait dalam lagu mereka, kita diberikan gambaran dengan sudut pandang yang tidak biasa sehingga terkadang terlihat aneh dan lucu. Lebih dari itu apa yang telah diungkapkan kedua seniman ini merupakan refleksi kehidupan sosial atau pun budaya yang telah dikonstruksi sebelumnya. Gambaran tersebut memberikan kepada kita cara pandang yang berbeda dalam melihat suatu permasalahan.

Dalam bingkai atribusi sosial, dimana dalam definisinya bahwa memperkirakan apa yang menyebabkan orang lain itu berperilaku tertentu menjadikan kita dapat mengetahui alasan kedua seniman ini membuat lirik yang unik sehingga menimbulkan tafsir yang tidak umum tentang gender pada umumnya. Menurut Myers (1996), kecenderungan memberi atribusi disebabkan oleh kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu, termasuk apa yang ada dibalik perilaku orang lain atau kejadian. Atribusi juga merupakan posisi tanpa perlu disadari pada saat melakukan sesuatu menyebabkan orang-orang yang sedang menjalani sejumlah tes bisa memastikan apakah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan orang lain dapat merefleksikan sifat-sifat karakteristik yang tersembunyi dalam dirinya, atau hanya berupa reaksi-reaksi yang dipaksakan terhadap situasi tertentu. Dalam kerterkaitan perjuangan gender dan gender terbalik yang dilakukakn oleh Frau dan The PanasDalam Band, dimana suatu situasi yang tanpa disadari oleh kita sepenuhnya dijadikan oleh Frau dan The PanasDalam Band memberikan refleksi terhadap situasi gender melalui media musik sebagai tempat pengungkapannya. Tekanan situasi yang terjadi di sekitar Frau dan The PanasDalam terhadap gender secara langsung menyebabkan kedua seniman ini untuk bersuara dan mengungkapkan apa yang terjadi atau menkonter sosialkan kondisi yang terjadi.

Dari Bingkai Semiotika

Dari sudut pandang semiotika, dalam penyusunan teks atau kalimat yang  digunakan oleh Frau dan The PanasDalam memiliki makna tersendiri. Bahkan pilihan kata yang digunakan untuk menyusun teks dalam juga memiliki makna tersendiri. Menurut Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal) (Yusita Kusumarini,2006). Sejalan dengan oleh Barthes ini, dalam makna lirik dari Frau dapat dijelaskan bahwa apa yang dilukisan Frau dalam lirik I’m A Sir – perempuan berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari sekitarnya haurs berpenampilan layaknya laki – laki. Representasi yang hadir dalam lirik itu merupakan perjuangan gender di budaya Jawa dan pada saat zaman R.A. Kartini. Sedangkan makna yang muncul dalam lirik Cita – citaku ialah seorang laki – laki pada umumnya harus berperan sesuai apa yang disampaikan konstruksi sosial tentang laki – laki. Laki – laki tidak boleh berperan diluar konteks tersebut. Namun dibalik oleh The PanasDalam Band bahwa peran keibuaan yang dilakukan perempuan juga bisa dan layak dilakukan oleh laki – laki karena hal tersebut merupakan sebuah pilihan bukan paksaan sehingga muncul konsep FatherHood.

Kesimpulan

Setelah mengurai makna bait lagu Frau dan The PanasDalam Band, kita melihat bagaimana penggambaran yang dilakukan kedua seniman ini untuk gender. Frau merepresentasikan gender dengan sosok perempuan yang berdandan layaknya laki – laki untuk mendapatkan pengakuan. Hal ini tidak lepas dari kultur dan histori yang mengelilingi kehidupan Frau yaitu kebudayaan Jawa.  Kondisi tersebut menyebabkan Frau merefleksikan perjuangan gender yang sangat sulit untuk perempuan guna mendapatkan pengakuan atau kesetaraan.

Berbeda halnya dengan The PanasDalam Band walaupun sama – sama mengusung gender tetapi mereka melihat dari sisi yang terbalik dari umumnya yaitu laki – laki juga boleh peran layaknya peran keibuaan yang dilakukan oleh perempuan. Representasi seperti itu merupakan penyebab adanya kondisi konstruksi sosial dimana seorang laki – laki harus berperan layaknya konstruksi yang telah definisikan terhadap laki – laki. Sehingga apabila terjadi maka walaupun dia berkelamin laki – laki tetapi dia bukan laki – laki. Namun kondisi tersebut dilawan oleh The PanasDalam Band dengan menciptakan lagu Cita – citaku sebagai upaya bahwa laki – laki juga boleh berperan layaknya peran keibuan dari perempuan dengan mengusung konsep FatherHood.

 

DAFTAR PUSTAKA

http://widagdosenimusik.blogspot.com/2009/07/pengertian-musik-musik-pada-

hakikatnya.html. (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://cahisisolo.com/artikel/seni-musik/pengertian-seni-musik.html

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://carapedia.com/pengertian_definisi_musik_info2091.html

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://yunaysbloggerroom.blogspot.com/2011/02/arti-musik-menurut-para-ahli.html

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://ahli-definisi.blogspot.com/2011/02/definisi-musik.html

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://ochanbhancine.wordpress.com/2009/12/05/pengertian-musik/

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://stiebanten.blogspot.com/2011/10/pengertian-musik-dari-berbagai-tokoh.htm

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

Gender adalah… *(Definisi / Pengertian Jender)

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

MEMAHAMI ARTI GENDER

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

Pengertian Gender

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://id.shvoong.com/society-and-news/gender/2220358-pengertian-gender-menurut-para-

ahli/. (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://aryabimantara.wordpress.com/2006/01/25/merekonstruksi-paradigma-gender-upaya-

meluruskan-pemahaman-tentang-gender1/ (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

https://www.facebook.com/notes/the-panasdalam/profil-the-panasdalam-band/473410631838

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://www.myspace.com/ffrau/blog (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://frau-bio.blogspot.com/ (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

Pengantar Teori Representasi Sosial

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

Teori Representasi Sosial

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://akhfa14.wordpress.com/2012/02/06/representasi-sosial/. (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://kangarul.com/tiga-subyek-stuart-hall/ (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://susisitisapaah.blogspot.com/2011/09/atribusi-sosial.html

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://solehamini.blogspot.com/2010/05/atribusi-memahami-penyebab-perilaku.html

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://mbokmenik.wordpress.com/2011/11/12/tentang-semiotika-roland-barthes/

(diunduh tanggal 27 Juli 2012)

http://junaedi2008.blogspot.com/2009/01/teori-semiotik.html (diunduh tanggal 27 Juli 2012)

Tinggalkan komentar

FEMINISME EKSISTENSIALIS: EMPAT SRIKANDI PIMPIN KABUPATEN BANTUL

Apa itu Gender dan Seks?

    Apa yang dimaksud dengan gender? Mengapa selalu dikaitkan dengan isu emansipasi perempuan? Istilah gender sesungguhnya tidak ada dalam kamus bahasa Indonesia tetapi dalam kamus bahasa Inggris, kata “gender” diartikan sebagai jenis kelamin yang sama artinya dengan “sex”. Sehingga perlu pemahaman yang jelas tentang kaitan antara konsep gender dan konsep sex yang memunculkan sistem ketidakadilan sosial secara luas serta kaitan antara konsep gender dengan kaum perempuan, dan hubungannya dengan persoalan ketidakadilan sosial lainnya.

    Pemahaman mengenai gender pada hakekatnya adalah pemahaman yang pekat dengan nuansa barat (western invention – Connnell, 1993). Konsep gender tersebut kemudian diadopsi oleh masyarakat Indonesia secara mentah – mentah tanpa melihat esensi kebudayaan lokal mengenai dinamika relasi – relasi seksual. Pada dasarnya gender adalah suatu konsep yang bertumpu pada aspek biologis seperti yang dikatakan oleh Cucchiari (1994) bahwa gender memiliki dua kategoari biologis yang berbeda namun saling mengisi (laki – laki dan perempuan) yang keduanya memiliki pemahaman yang bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat yang lain. Gender ini dibentuk oleh faktor – faktor sosial maupun budaya, sehingga muncul anggapan tentang peran sosial dan budaya atas laki – laki dan perempuan di masyarakat. Berbeda dengan gender, seks merupakan sebuah pembagian jenis kelamin yang diberikan oleh Tuhan secara biologis kepada laki –laki dan perempuan. Oleh sebab itu memiliki pemahaman yang berbeda antara gender dengan seks. Gender dibentuk oleh faktor – faktor sosial maupun budaya (kontruksi sosial) sedangkan seks merupakan hal kodrati pemberian dari Tuhan.

    Sebelum terjadinya perkembangan mengenai gender, perempuan selalu tersubordinasi atau menjadi hal yang kedua oleh faktor – faktor yang dikontruksikan secara sosial. Banyak mitos dan kepercayaan yang menjadikan kedudukan wanita lebih rendah dari laki – laki sehingga perempuan tidak memiliki nilai tawar. Sehingga menimbulkan anggapan bahwa laki – laki merasa diri mereka sebagai subjek yang dapat berbuat apa saja terhadap objek (perempuan) tersebut sehingga perempuan hanya dilihat dari segi seks saja dan memunculkan ketidaksetaraan terhadap perempuan dari berbagai aspek.

Bagaimana Perkembangan Gender Saat ini?

    Perkembangan gender berawal pada abad 15 dimana Christine de Pizan menulis ketidakadilan yang dialami oleh perempuan. Pada tahun 1800-an Susan dan Elizabeth memperjuangkan hak – hak politik perempuan untuk memilih. Pergerakan gender terus dilakukan hingga pada abad ke – 20 (1949) lahir karya Simone de Beauvoir “Le Deuxieme Sexe” dan ditemukan isitilah kesetaraan antara laki – laki dan perempuan. Perjalanan pergerakan gender terus berkembang hingga pada tahun 1960 – 1980an menjadikan pergerakan gender sebagai isu penting untuk diberdebatkan di Amerika Latin, Asia, dan negara dunia ketiga pada umumnya. Perkembangan gender tidak berhenti begitu saja, sampai sekarang pergerakan gender masih dilakukan oleh para feminis – feminis di dunia untuk melawan konsep patriaki yang menindas kaum perempuan.

    Melalui beberapa tahapan gelombang pergerakan feminisme, tidak menjadikan para feminis ini patah semangatnya untuk berjuang. Hal tersebut menjadikan para feminis ini lebih baik lagi dan dapat menjadikan para feminist lebih memiliki pandangan yang luas serta sesuai kondisi yang ada untuk melakukan pergerakan. Seperti permasalahan yang diangkat yaitu EMPAT SRIKANDI PIMPIN KABUPATEN BANTUL salah satu dari bberapa pergerakan gender yang dilakukan oleh para perempuan. Dari artikel tersebut dapat kita lihat bahwa perempuan juga memiliki kemampuan yang sama seperti laki – laki untuk memimpin.

Empat Srikandi dari Sudut Pandang Eksistensialis

    Kemampuan perempuan saat ini telah memiliki harga tawar yang sama dengan laki – laki. Mungkin pernyataan tersebut dapat digunakan untuk empat srikandi yang memimpin sebuah kabupaten di daerah Yogyakarta ini. Empat srikandi ini merupakan Muspida Plus untuk daerah Kabupaten Bantul, bukan sebagai istri Muspida Plus melainkan unsur dari Muspida Plus tersebut. Beliau adalah Bupati Bantul (Hj. Sri Surya Widati), Kapolres Barntul (Dra. Sri Suari, M.Si), Kajari Bantul (Retno Harjantari Iriani, S.H), dan Ketua DPRD Bantul (Tustiyani, S.H.). Keempat srikandi tersebut dapat dikatakan sebagai perempuan yang luar biasa, karena beliau – beliau secara langsung menjadi orang nomor satu di intansi masing – masing serta menjadi orang – orang yang memimpin Kabupaten Bantul saat ini.

    Pada sudut pandang gender, usaha yang telah dilakukan oleh empat srikandi ini merupakan bentuk kesadaran perempuan bahwa mereka mampu bersaing dengan laki –laki. Emansipasi wanita yang sedang gencar – gencarnya disuarakan di Indonesia telah sedikit terjawab dengan adanya empat srikandi ini. Seperti yang telah diungkapkan tentang teori eksistensialis adalah Jean Paul Sartre (1905-1980) dalam Being and Nothingness yang dalam Tong (1999:174) dijelaskan sebagai berikut:

  • Being (ada) terdiri dari:
  1. Being in it self : ada pada dirinya, keberadaan yang tidak berkesadaran, ada begitu saja, keberadaan yang utuh.
  2. Being for it self : ada untuk dirinya, keberadaan yang berkesadaran, kesadaran yang bercelah hingga ada kritisisme yang bisa meniadakan. Ada pada manusia yang mempunyai akal dan bisa melakukannya, karena kritisisme itu maka manusia dihadapi pilihan akibat dari kutukan kebebasannya.
  3. Being For other : ada untuk orang lain, keberadaan bersama orang lain, hubungan subjek-subjek yang penuh dengan konflik.

    Selain itu feminis yang merupakan murid, teman dekat, dan juga patner kerja Sartre adalah Simone Beauvoir dengan buku terkenalnya The Second Sex. Simone Beauvoir menjelaskan keberadaan perempuan adalah sebagai objek dalam hubungan dengan subjek. Didunia ini tidak ada perempuan yang bebas mengekspresikan dirinyatanpa tergantung pada subjek yaitu laki-laki. Perempuan digambarkan sebagai manusia yang tidak memiliki kesadara, yang tergantung pada manusia lain (laki-laki), tidak memiliki kebebasan sehingga disebut the other. Feminisme eksistensi menekankan agar perempuan itu ada dalam hubungannya dengan manusia lain (laki-laki). Menjadi subjek bukan objek.
Tidak ada cara yang mudah untuk menjauh dari pandangan Beauyoir itu. Untuk menuju proses trandensi, menurut Beauvoir ada empat strategi yang dapat dilancarkan oleh manusia, yaitu:

  • Perempuan dapat bekerja

    Meskipun berarti berperan ganda, tetapi perempuan akan mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki yang bekerja disektor publik. Kesempatan ini menjadi nilai tambah jika perempuan hanya sebagai ibu rumah tangga. Karena dengan bekerja perempuan dapat merebut transendensinya dan secara konkret menegaskan status perempuan sebagai subjek yaitu sebagai seseorang yang aktif menentukan arah nasibnya sehingga tidak dilihat sebagai objek.

  • Perempuan dapat menjadi anggota intelektual

    Aktifis intelektual akan membawa perubahan pada perempuan. Perempuan akan menjadi subjek dan bukanlah nonaktivitas ketika seseorang objek pemikiran, pengamatan, dan pendefinisian.

  • Perempuan bekerja untuk mentransformasikan sosialis masyarakat.

    Self-Other di dalam hubungan manusia secara umum dan hubungan laki-laki dan perempuan secara khusus. Pendapat Sartre bahwa salah satu kunci membebaskan perempuan dari ketergantungan pada laki-laki adalah dengan kekuatan ekonomi.

  • Perempuan menolak untuk menginternalisasikan status other-nya dan mengidentifikasikan diri sendiri melalui pandangan kelompok dominan dalam masyarakat. Karena dengan menerima status other maka perempuan menerima sebagai objek.

    Pada artikel Empat Srikandi Pimpin Kabupaten Bantul bahwa beliau – beliau ini telah menjadikan dirinya sebagai subjek dan bukan objek lagi sehingga kaum laki – laki yang ada disekitar mereka tidak bisa begitu saja menjadikan mereka sebagai objek. Walaupun memiliki peran ganda dalam kehidupan sehari –hari mereka, empat srikandi ini secara tidak langsung dapat melepaskan ketergantungan mereka pada kaum laki – laki dan tentunya beliau – beliau ini tetap memandang adanya kesetaraan antara perempuan dan laki – laki.

Masih Adakah Ketidaksetaraan?

    Melihat dari sejarahnya pembedaan antara laki – laki dan perempuan terjadi melalui kontruksi sosial dan budaya yang dibentuk oleh masyarakat tersebut. Seiring dengan berkembang zaman dan teknologi menjadikan adanya perubahan dari cara sikap memandang kesetaraan antara laki – laki dan perempuan melalui gender.

    Dalam kaitannya kedudukan perempuan dari berbagai sudut pandang mungkin masih banyak ketidaksetaraan yang terjadi antara laki – laki dan perempuan. Namun pada artikel Empat Srikandi Pimpin Kabupaten Bantul ini, kita dapat melihat bahwa ketidaksetaraan perempuan atas laki – laki telah berkurang melalui adanya refleksi gender yang ada di masyarakat. Pada perspektif ekonomi dimana subordinasi perempuan di bawah laki – laki melalui ketergantungan ekonomi. Sedangkan yang terjadi pada saat ini ketergantungan perempuan terhadap laki – laki atas ekonomi mereka telah berkurang. Perempuan saat ini dapat bekerja untuk menghidupi kehidupannya sehari – hari. Kita lihat saja contoh pada artikel Empat Srikandi Pimpin Kabupaten Bantul, dimana pada awal karier beliau – beliau ini dirintis sejak mereka lulus sekolah dan melanjutkan untuk bekerja sehingga seperti saat ini. Hal inilah yang membuat mereka mampu bersaing dengan laki – laki dari sudut pandang ekonomi dengan cara bekerja.

    Begitu pula pada sudut pandang politis, awalnya perempuan tidak memiliki hak suara untuk memilih namun dengan adanya pergerakan pada tahun 1800an menjadikan perempuan memiliki hak memilih. Lambat laun perempuan tidak hanya memiliki hak memilih tetapi juga memiliki hak dipilih. Contohnya saja pada Bupati Bantul (Hj. Sri Surya Widati) periode 2010 – 2015 dan Ketua DPRD Bantul (Tustiyani, S.H.) periode 2009 – 2014, beliau – beliau adalah contoh perempuan yang dipercaya dan dipilih masyarakat Bantul untuk memimpin mereka (masyarakat Bantul).

    Dalam perspektif budaya menurut Margaret L. Anderson (1983 : 47) bahwa budaya sebagai sebuah pola harapan tentang perilaku dan kepercayaan pada apa yang pantas bagi anggota masyarakat. Dari definisi tersebut dapat sedikit disimpulkan bahwa budaya menyedia sebuah struktur atau bentuk bagi perilaku sosial. Begitu pula gender, dimana gender tersebut merupakan sebuah produk dari konstruksi sosial dan budaya daripada produk biologis. Sistem kepercayaan, norma, dan peran yang berkembang membuat adanya stereotip untuk pembagian kerja antara laki – laki dengan perempuan. Seperti yang telah dituliskan pada persepktif ekonomi yang mana perempuan bergantung pada laki – laki atas ekonomi mereka, hal tersebut merupakan hal dari konstruksi budaya yang tumbuh di masyarakat. Namun sejalan dengan perkembangan gender, perspektif budaya mengenai perempuan telah berubah. Salah satu dari banyak contoh adalah beliau – beliau ini empat srikandi yang memimpin daerah Kabupaten Bantul. Anggapan masyarakat luas bahwa perempuan tidak bisa menjadi pemimpin dipatahkan mereka dengan menjadi pucuk pimpinan di intansi masing – masing. Ini merupakan satu dari beberapa contoh yang terjadi pada masyarakat dimana seorang perempuan yang dinilai tidak bisa, tidak layak, dan tidak mampu untuk melakukan suatu hal yang sering dilakukan oleh laki – laki ternyata dapat dilakukan dengan baik atau bahkan lebih baik dibanding laki – laki yang melakukannya.

Kesimpulan

    Walaupun mendapat kritik dari Lloyd bahwa transendensi dari feminisme eksistensialis ini merupakan gambaran ideal perempuan dari sudut pandang laki – laki sehingga menimbulkan anggapan bahwa merendahkan perempuan dan menghancurkan perempuan. Tetapi feminisme eksistensialis ini dapat memberikan dampak bagi para perempuan untuk dapat berkeselarasan dan berkesetaraan dengan menghilangkan anggapan Nothingness perempuan. Seorang perempuan yang pada umumnya dinilai kurang bisa oleh masyarakat ternyata dapat merubah penilaian tersebut dengan cara “dia” ada sebagai subjek bukan sebagai objek dari yang lain. Hal tersebutlah yang diangkat oleh para feminis eksistensialis dimana “kesadaran” dan “keberadaan” perempuan menjadi subjek dan bukan objek.

    Sesuai dengan artikel yang penulis analisis yaitu “Empat Srikandi Pimpin Kabupaten Bantul” dimana keberadaan empat sosok perempuan yang menjadi pucuk pimpinan di intansi masing – masing dan merupakan Muspida Plus dalam Kabupaten Bantul. Kemampuan beliau – beliau ini bukan berarti menyingkir secara langsung laki – laki yang ada di sekitar mereka tetapi harus dilihat bahwa perempuan layak di sejajarkan dengan laki – laki dan perempuan juga dapat melakukan apa yang dilakukan oleh laki – laki. Tidak terlepas dari peran ganda yang dimiliki oleh empat sosok srikandi ini, yaitu sebagai ibu untuk anak – anak, istri dari suami mereka, dan peran yang mereka miliki diluar peran di keluarga. Beliau – beliau ini memiliki keberadaan bagi dirinya, untuk dirinya, dan bagi orang lain layaknya Being yang dimaksudkan oleh Beauvoir. Beliau – beliau ini menjadi perempuan yang secara tidak langsung melepaskan ketergantungannya dengan bekerja, belajar, dan membuktikan diri bahwa mereka setara dengan laki – laki. Sehingga, satu-satunya cara bagi perempuan untuk menjadi Diri dalam masyarakat seperti masyarakat sekarang adalah ia harus memanfaatkan waktunya dengan melakukan kegiatan yang kreatif dan berorientasi kepada pemberian pelayanan.

    Apapun yang menjadi kekurangan dari pandangan feminisme eksistensialis ini harusnya tidak membuat para perempuan beranggapan bahwa apa yang telah dilakukan itu merupakan keinginan yang diharapkan oleh seorang laki – laki. Tetapi mereka (perempuan) harus memiliki pandangan bahwa apa yang dilakukan untuk membuktikan dirinya itu ada bagi dirinya dan ada untuk yang lain dengan memegang prinsip sebagai subjek bukan objek.

 

 

Majalah Kartini edisi 28 Juli – 11 Agustus 2011, halaman 10 – 11.

Apriani, Fajar. 2008. Berbagai Pandangan Mengenai Gender dan Feminisme.,

http://
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/15108115130.pdf

(diunduh tanggal 26 Oktober 2011).

Wibowo, Arif. 2008. Simon De Beauvoir: Feminisme Eksistensialis.,

http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/07/28/simon-de-beauvoir-feminisme-eksistensialis/ (diunduh tanggal 21 Oktober 2011).

 

Karawang. 2010. Teori Feminisme Eksistensialis., http://karawang.blogdrive.com

(diunduh tanggal 21 Oktober 2011).

Tong, Rosemarie Putnam. 2010. Feminist Thought: Pengantar Paling Komprehensif kepada

Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta: Jalasutra.

KELOMPOK MINORITAS DALAMKETERASINGAN MASYARAKAT DUNIA

Tinggalkan komentar

KELOMPOK MINORITAS DALAM

KETERASINGAN MASYARAKAT DUNIA

 

Apa itu Kelompok Minoritas?

    Kelompok minoritas mungkin sering kita artikan dengan suatu kumpulan manusia yang dikucilkan oleh masyarakat karena sesuatu perbedaan yang tidak diterima oleh masyarakat tersebut. Menurut Theodorson & Theodorson ( 1979: 258-259), kelompok minoritas (minority groups) adalah kelompok-kelompok yang diakui berdasarkan perbedaan ras, agama, atau
sukubangsa, yang mengalami kerugian sebagai akibat prasangka (prejudice) dan
diskriminasi. Dalam kehidupan bermasyarakat di seluruh belahan dunia pasti terdapat kelompok minoritas yang menjadi korban prasangka dan diskriminasi. Permasalahan prasangka dan diskriminasi kelompok minoritas ini akan saya bahas dalam artikel ini.

 

Prasangka dan Diskriminasi di Beberapa Negara

    Prasangka dan diskriminasi dapat diibaratkan sebuah senjata. Bukan seperti senjata yang digunakan untuk membunuh musuh dalam pertempuran. Melainkan sebuah senjata yang dapat langsung dapat menghancurkan sekelompok tertentu. Prasangka dan diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia sejak penjajahan Belanda. Lamanya masa penjajahan Belanda terhadap Indonesia yang hampir 3,5 abad membuat prasangka dan diskriminasi terhadap kaum minoritas semakin mendarah-daging pada kaum pribumi.

    Prasangka dan diskriminasi dimulai dengan pembagian kelompok oleh pihak Belanda. Belanda sebagai kelompok pertama, kaum china sebagai kelompok kedua, dan kelompok ketiga oleh kaum pribumi. Pendiskriminasikan ini bertujuan agar Belanda dapat berkuasa karena sebagai kelompok minorritas. Namun, setelah kemerdekaan Indonesia terjadi perubahan yang sangat drastis dimana kelompok pribumi saat waktu penjajahan menjadi kelompok mayoritas yang sangat didiskriminasikan berubah menjadi kelompok mayoritas yang berkuasa. Sedangkan kaum china berubah menjadi kaum yang didiskriminasikan karena mereka dianggap tidak loyal dan mencari keuntungan sendiri.

    Pada saat Orde lama pendiskriminasian terhadap kaun china juga terjadi dengan bentuk pendiskriminasian memilih untuk menjadi WNI atau kembali ke China. Pendiskriminasian menjadi sangat ekstrim setelah terjadinya peristiwa G-30S PKI tahun 1965 yang beranggapan didalangi oleh RRC dan saat Orde baru tahun 1967 dimana pendiskriminasian ini berbentuk larangan adanya ritual, tulisan, dan yayasan yang berbau pada etnis china.

    Selain di Indonesia, pendiskriminasian dan prasangka juga dialami oleh bangsa Afrika Selatan yang sering kita sebut dengan politik aparthiednya. Tujuan tercetusnya aparthied tidak jauh – jauh dari masalah politik. Hal ini juga dikarenakan kaum minoritas (Inggris) yang berkuasa takut apabila kaum mayoritas (bangsa Afrika) merebut kekuasaannya. Jadi bangsa Inggris membuat peraturan politis untuk membatasi hak – hak kaum Afrika agar kekuasaan Inggris tidak jatuh pada kaum pribumi (bangsa Afrika).

    Di Amerika prasangka dan diskriminasi terjadi hampir sama seperti di Afrika Selatan hanya saja prasangka dan diskriminasi terjadi lebih dahulu. Prasangka dan diskriminasi di Amerika terjadi saat sebelum terjadinya perang kemerdekaan. Warga kulit putih yang sebenarnya migran dari Eropa datang ke Amerika. Setelah itu mereka membuat koloni – koloni. Pada saat itu merupakan zaman impresialisme, negara dari para migran itu kebanyakan penjajah. Mereka membawa orang dari jajahannya untuk dijadikan sebagai budak mereka. Kebanyakan orang yang dibawa adalah warga kulit hitam yang dari Afrika. Dari latar belakang sejarah itu terjadinya prasangka dan diskriminasi yang terjadi.

 

Pemahaman Prasangka dan Diskriminasi

    Terjadinya hal seperti pendiskriminasian berawal dari adanya prasangka. Dimana prasangka adalah sebuah keyakinan yang terbentuk sebelumnya, pendapat, atau penilaian terhadap sekelompok orang atau satu orang karena ras, kelas sosial, gender, etnisitas, orientasi seksual, usia, cacat, keyakinan politik, agama, jenis pekerjaan atau karakteristik pribadi lainnya
atau prasangka sering juga disebut sikap negatif terhadap suatu kelompok. Dari sebuah keyakinan dapat menjadi sebuah prasangka. Walaupun prasangka tidak selalu bersifat negatif tetapi dapat mengubah cara pandang menjadi rasa takut dan antipati terhadap suatu kelompok tertentu atau perorangan. Prasangka sering timbul dari jalan pikiran yang singkat atau hanya mendengar saja. Dari hal seperti itulah timbul rasa prasangka yang tidak mendasar atau rasa curiga yang berujung pada tindakan mendiskriminasikan.

    Pada dasarnya diskriminasi adalah suatu tindakan mengucilkan kelompok tertentu akibat adanya isu – isu miring yang beredar yang dilakukan kelompok dominan. Menurut Theodorson & Theodorson, (1979: 115-116): Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Pendek kata diskriminasi adalah sebuah tindakan melemahkan kelompok tertentu yang bersifat tidak bermoral dan tidak demokratis.

    Dalam terjadinya prasangka dan diskriminasi dapat dilihat sisi hubungan antar kelompok (intergroup relation) dimana keterkaitan hubungan antar kelompok merupakan suatu awal akan terjadinya atau tidak terjadinya permasalahan sosial. Prasangka dapat dikatakan sebagai faktor awal timbulnya diskriminasi.

 

Penyebab Terjadinya Prasangka dan Diskriminasi

    Prasangka dan diskriminasi terjadi dimasyarakat disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

  • Latar belakang sejarah

    Prasangka dan diskriminasi ada karena pengalaman masa lalu. Hal ini terjadi di Negara Amerika Serikat dimana prasangka dan diskriminasikan dilakukan oleh warga kulit putih terhadap warga kulit hitam. Berdasarkan sejarahnya bahwa warga kulit hitam sebagai budak dan warga kulit putih sebagai tuannya. Walaupun sekarang pandangan mereka telah berubah terhadap kulit hitam tetapi terkadang masing terdapat anggapan bahwa warga kulit hitam sebagai biang keonaran apabila terjadi sebuah kerusuhan.

  • Perkembangan Sosial – kultural dan Situasional

    Di Indonesia prasangka dan diskriminasi diberlakukan kepada etnis tionghoa. Walaupun sekarang prasangka dan diskriminasi terhadap etnis tionghoa dapat dikatakan berkurang, namun sebelum reformasi prasangka dan diskriminasi terhadap kelompok ini sangat ekstrim. Hal ini disebabkan faktor sosial – kultural dan situasional berubah. Pada saat penjajahan kolonial Belanda, etnis tionghoa ini menguasai berpihak pada penjajah. Jadi timbul perasaan benci dan membalas dendam dari kaum pribumi. Hal ini tambah parah saat tahun 1965 dimana diskriminasi terhadap etnis tionghoa semakin ekstrim karena RRC dianggap sebagai sponsor utama PKI. Sejalan dengan itu semua yang berbau China dilarang bahkan dibrantas sampai puncaknya kerusuhan 14 Mei 1998 etnis tionghoa sebagai korban yang paling banyak dan dirugikan.

  • Faktor Kepribadian

    Keadaan emosional seseorang seperti frustasi sering menjadikan tingkah laku agresif dan mudah berprasangka terhadap orang lain. Hal ini disebabkan karena banyaknya tekanan sehingga tidak dapat berpikir jernih. Menurut para ahli tipe orang yang authorian personality merupakan tipe orang yang penuh prasangka dengan sifat konveratif dan tertutup. Namun, semua ini dikembalikan pada diri masing – masing.

  • Perbedaan keyakinan, kepercayaan serta agama

    Prasangka dan diskriminasi dapat terjadi dari adanya perbedaan pandangan ideologi, agama, ekonomi, dan politik. Perbedaan hal ini dapat dikatakan sebagai akar permasalahan terjadinya prasangka dan diskriminasi yang bersifat universal. Beberapa contohnya yaitu setelah Perang Dunia II selesai banyak berdiri kelompok – kelompok ekonomi dan fakta – fakta pertahanan antar negara adi kuasa. Hal ini terlihat jelas sekali bahwa ada prasangka antar negara adi kuasa.

    Dari faktor penyebab timbulnya prasangka dan diskriminasi ini terlihat di beberapa kasus yang terjadi di belahan dunia faktor penyebabnya adalah latar belakang sejarah, perubahan sosial – kultur, dan adanya perbedaan pandangan ideologi, agama, ekonomi, dan politik. Ketiga faktor itu sangat dominan dan kuat pengaruhnya terhadap terjadinya masalah sosial ini yaitu prasangka dan diskriminasi.

 

Mungkinkah Berakhir?

    Permasalahan prasangka dan diskriminasi yang terjadi di beberapa bagian dunia walaupun sudah agak menghilang dari permukaan, terkadang masih ada beberapa peristiwa yang terjadi. Contoh yang sering terjadi di Amerika adalah warga kulit sering mempersulit warga kulit hitam untuk berkembang. Mungkin tidak semua seperti itu terjadi di Amerika karena sekarang kita bisa melihat warga kulit hitam menjadi Presiden Amerika (Barrack Obama). Namun, proses perjalanan menuju kesuksesan warga kulit hitam itu yang sulit. Karena jalan mereka dihalangi oleh warga kulit putih yang beranggapan bahwa warga kulit hitam yang dahulunya budak tidak pantas berkembang lebih baik. Begitu pula di Indonesia, etnis Tionghoa dihalang – halangi kaum pribumi untuk melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Latar belakangnya karena sejarah dan perubahan situasional di Indonesia. Kecenderungan berakhirnya masalah seperti ini di seluruh dunia sangatlah kecil. Ini disebabkan hubungan antar kelompok yang saling berlawanan dan keterbukaan masih kurang antar anggota kelompok untuk dapat menerima pembaharuan bersama. Apabila tidak ada upaya dari tiap anggota kelompok untuk saling terbuka, maka akan sukar permasalahan ini berakhir, karena ada pada pandangan mereka untuk saling balas dendam.

 

Upaya Penyelesaian

    Memang semua masalah itu telah didiskusikan dan dibahas. Bahkan telah disetujui beberapa perjanjian internasional untuk penyelesaian masalah ini. Tetapi semua itu tidak mengakhiri permasalahan yang terjadi. Untuk mengakhirinya kita perlu mengubah cara pandang, menghapus latar belakang sejarah, dan penyesuaian diri akan perubahan yang terjadi sebagai upaya pencapaian tujuan bersama dan keterbukaan bukan sebagai balas dendam di masa lalu.

 

Kesimpulan

    Pada akhirnya kelompok minoritas yang tersaingkan dari masyarakat dunia karena adanya perbedaan yang sulit diterima bisa berbaur menjadi masyarakat dunia. Hak – hak mereka pun sama seperti layaknya masyarakat pada umumnya tidak ada yang membedakan dengan masyarakat umum di dunia. Apa pun ada perbedaan yang timbul jangan dijadikan sebagai faktor prasangka dan diskriminasi tetapi perbedaan itu diterima sebagai keragaman masyarakat yang harus dijaga, lesatarikan, dan dipelajari agar tidak menuai tindakan saling menjatuhkan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Danandjaja, James. 2003. Diskriminas Terhadap Minortas Masih Merupakan Masalah Aktual di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera., http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Diskriminasi%20terhadap%20minoritas%20-%20james%20danandjaja.pdf, (diunduh tanggal 26 Desember 2009).

 

Ju Lan, Thung. 2007.
Prasangka dan Diskriminasi Terhadap Etnis Tionghoa., www.kippas.com, (diunduh tanggal 26 Desember 2009).

 

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/mkdu_isd/bab10prasangka_ diskriminasi_dan_etnosentrisme.pdf, hlm 222.,(diunduh tanggal 26 Desember 2009).

 

http://en.wikipedia.org/wiki/Prejudice, (di unduh tanggal 26 Desember 2009).

PARTAI POLITIK

Tinggalkan komentar

PARTAI POLITIK

 

  • SEJARAH PERKEMANGAN PARTAI POLITIK

    Pertama kali partai politik muncul di Eropa Barat akibat meluasnya pemikiran bahwa rakyat harus dikut sertakan dalam proses berpolitik. Partai politik saat itu terbentuk secara spontan kemudian berkembang sebagai penghubung antara rakyat dengan pemerintah.

    Di akhir dekade abad ke-18an di Inggris dan Perancis, pusat kegiatan politik berada pada parlemen yang bersifat elitis dan aristokratis. Dalam perkembangannya partai politik tidak hanya berada di parlemen tetapi juga terbentuk partai politik di luar parlemen disebabkan meluasnya hak pilih. Dengan hal tersebut pada abad ke-19 terbentuklah partai politik yang selanjutnya berkembang sebagai penghubungan antara rakyat dengan pemerintah atau sebaliknya. Partai yang terbentuk di luar parlemen kebanyakan memiliki pandangan pada suatu azaz atau ideologi tertentu.

    Menjelang Perang Dunia I muncul klasifikasi partai berdasarkan ideologi dan ekonomi yang sering disebut partai “Kiri” dan partai “Kanan”. Hal ini terjadi karena disebabkan pada saat Revolusi Perancis tahun 1879 waktu parlemen mengadakan sidang. Pihak “Kanan” adalah para pendukung raja yang duduk disebelah kanan kursi ketua sidang dan pihak “Kiri” adalah mereka yang menginginkan perubahan di Perancis.

    Seusai Perang Dunia II keseluruhan partai politik yang terbentuk di Negara – Negara Barat mulai meninggalkan pandangan perbedaan jenis partai. Hal ini akibat adanya keinginan partai – partai kecil menjadi sebuah partai besar dan memenangkan pemilu. Masa tahun 60an di negara barat yang telah maju terjadi pergeseran paham ekstrim “Kiri” secara sentripetal ke sisi tengah dan begitu juga terjadi pada paham ekstrim “Kanan”. Pergeseran antara “Kiri” dan “Kanan” oleh Otto Kircheimer disebut de-ideologi partai – partai.

    

  • DEFINISI PARTAI POLITIK

    Parati politik pada dasarnya merupakan suatu organisasi sebagai wadah menyatukan pendapat rakyat sehingga dapat dikonsolidasikan. Secara umum partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir anggota – anggotanya serta mempunyai tujuan dan nilai – nilai yang sama yaitu memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya. Berikut ini merupakan definisi partai politik yang dibuat oleh para ahli ilmu klasik dan kontemporer:

    • Carl J. Friedrich, Constitutional Goverment and Democracy

      Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan pengusaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil dan materiil.

    • Sigmund Neumann dalam buku karyanya, Modern Political Parties

      Partai politik adalah organisasi dari aktivis – aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan – golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

    • Giovanni Sartori, Parties and Party System

      Partai politik adalah suatu kelompok politik yang mengikuti pemilihan umum dan melalui pemilihan umum itu mampu menempatkan calon – calonnya untuk menduduki jabatan – jabatan publik.

    • R.H. Soltau

      Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan menmanfaatkan kekuasaannya untuk memilih yang bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.

    Partai berbeda dengan gerakan (movement). Gerakan merupakan kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan di lembaga-lembaga politik atau ingin menciptakan suatu tata masyarakat yang baru dengan menggunakan jalan politik. Dibandingkan dengan partai politik, sebuah gerakan mempunyai tujuan tertentu yang bersifat fundamental atau ideologis. Pemahaman ini merupakan ikatan yang kuat di tiap anggota-anggotanya serta menumbuhkan suatu identitas kelompok yang kuat. Gerakan (movement) kurang ketat dibandingkan dengan partai politik.

    Partai politik juga berbeda halnya dengan kelompok penekan atau kelompok kepentingan. Kelompok penekan bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” serta memengaruhi lembaga politik agar memperoleh keputusan yang menguntungkan bagi kelompok penekan tersebut. Kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakilnya di DPR, melainkan cukup memengaruhi satu atau beberapa partai.

     

  • FUNGSI PARTAI POLITIK
    • Fungsi di Negara Demokratis
  1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik

    Partai politik merupakan wadah menampung aspirasi masyarakat agar aspirasi tersebut tidak hilang dan dapat tersampaikan. Disinilah fungsi dari partai politik sebagai sarana komunikasi politik, karena pada masalah ini umumnya partai politik sebagai penghubung antara masyarakat dengan pemerintah dalam suatu bursa ide. Namun, partai politik sebagai sarana komunikasi juga memiliki peranan yang berbeda bagi masyarakat dengan pemerintah. Bagi masyarakat partai politik sebagai penyampai aspirasi (“pengeras suara”) dan sebagai pemerintah sebagai pemberi saran atau kritik dari masyarakat (“alat dengar”). Disisi lain bagi pemerintah, partai politik juga berfungsi menyerbarluaskan rencana dan kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah antara pemerintah dengan masyarakat atau masyarakat dengan pemerintah dan partai politik sebagai penghubungnya.

  2. Sebegai Sarana Sosialisasi Politik

    Fungsi partai politik dalam hal ini sebagai tempat pembelajaran politik dengan mendidik anggota partai memiliki kesadaran tanggungjawab akan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi, menyelenggarakan integrasi warga negara ke dalam masyarakat umum, dan peningkatan hak dan kewajiban bagi masyarakat. Bagi partai politik sebagai pembuat citra (image) partai bahwa partai tersebut memperjuangkan kepentingan umum. Hal ini penting fungsinya bagi partai politik bila meninginkan menguasai pamerintahan dengan memenangkan pemilihan umum.

  3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik

    Fungsi partai politik ini memiliki peranan yang sangat penting bagi internal partai itu sendiri. Karena partai politik membutuhkan kader – kader yang berkualitas. Dengan demikian memberikan kesempatan yang luas bagi partai politik masuk dalam bursa kepemimpinan nasional. Selain itu partai politik juga berkepentingan meluaskan kaenggotaannya. Perekrutan ini berikan jaminan berkelanjutan dan konsistensi partai serta merupakan cara menjaring dan melatih calon – calon pemimpin.

  4. Sebagai Sarana Pengatur Konflik

    Peranan partai politik sebagai pengatur konflik adalah menjembatani psikologis dan organisasional antara warga negara dengan pemerintahnya agar tidak terjadi perbedaan pendapat atau persepsi. Selain itu juga pada fungsi ini partai politik melakukan konsolidasi serta artikulasi pendapat dari berbagai kelompok masyarakat.

  • Fungsi di Negara Otoriter

    Fungsi partai politik di Negara Otoriter dibagi menjadi dua macam menurut paham komunis. Fungsi partai yang politik yang berkuasa dalam negara itu adalah sebagai partai dominan atau partai tunggal dengan kedudukan monopoistis dan berkebebasan persaingan antar partai politik ditiadakan seperti yang terjadi di Uni Soviet (pada masa kejayaannya), China, dan kawasan negara eropa timur. Partai politik seperti ini atau yang sering disebut partai komunis juga melaksanakan fungsinya tetapi berbeda dengan partai yang berada di negara demokrasi.

    • Sebagai sarana komunikasi politik, partai menyalurkan informasi untuk mempengaruhi masyarakat dengan informasi menunjang usaha pimpinan partai. Arus informasi bersifat searah dari atas ke bawah.
    • Sebagai sarana sosialisasi politik lebih dititik beratkan pada aspek pembinaan warga negara ke arah kehidupan dan cara berfikir yang sesuai dengan pola yang ditentukan partai. Proses ini dilakukan ketat disemua media sosialisasi.
    • Sebagai sarana rekrutmen politik, dalam fungsi ini partai lebih mengutamakan merekrut anggota yang mempunyai kemampuan untuk mengabdi kepada partai, menguasai ideologi Marxisme – Leninisme, dan memiliki kemampuan menduduki pimpinan untuk mengawasi kegiatan diberbagai aspek kehidupan masyarakat.

    Fungsi partai politik dimana partai ini tidak berkuasa adalah mencari dukungan seluas – luasnya dengan cara memupuk rasa ketidakpuasan di kalangan rakyat. Apabila kegiatan partai ini dilarang maka mereka akan melakukan bergerak di bawah tanah melalui kerja sama dengan partai lain membentuk Front Rakyat atau Front Nasional.

  • Fungsi di Negara – Negara Berkembang

    Fungsi partai politik di negara – negara berkembang masih belum jelas fungsinya walaupun pada dasarnya fungsi partai politik di negara berkembang sama dengan fungsi di negara demokrasi. Namun, banyaknya tantangan serta halangan yang ada sering dijadikan sebuah pertanyaan di masyarakat yang menanyakan fungsi dan kinerja partai politik di keadaan yang sedang berkembang dan belum stabil. Satu peran yang diharapkan pada partai politik di negara berkembang sebagai sarana untuk perkembangan integrasi nasional dan memupuk identitas nasional.

     

  • KLASIFIKASI SISTEAM KEPARTAIAN
  1. Sistem Partai Tunggal

    Beberapa pengamat berpendapat bahwa istilah partai tunggal merupakan penyangkalan pada diri sendiri sebab suatu sistem merupakan gabungan dari berbagai bagian atau unsur. Namun, istilah ini telah tersebar luas di masyarakat dan telah digunakan untuk sebutan partai yang benar – benar berkuasa tunggal atau partai yang dominan dalam suatu negara. Sistem partai tunggal terdapat di beberapa negara seperti: Afrika, China, dan Kuba, sedangakan untuk Uni Soviet terjadi sampai tahun 1991 sebelum Uni Soviet pecah serta beberapa negara di Eropa bagian timur. Sistem partai tunggal ini sering terjadi atau mudah terjadi di negara yang baru saja melepaskan diri dari kolonialisme. Hal ini disebabkan lebih mudah untuk pimpinan negara mengintegrasikan berbagai golongan, suku, dan daerah yang berbeda corak pandangan hidupnya. Pada sistem partai tunggal, fungsi partai ialah menyakinkan atau memaksa masyarakat untuk menerima persepsi pimpinan partai mengenai kebutuhan utama dari masyarakat keseluruhan. Di Uni Soviet sebelum tahun 1991, Partai Komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non kompetitif, tidak diperbolehkan partai lain bersaing, dan oposisi dianggap sebagai pengkhianat. Oraganisasi bernaung dibawah partai sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat serta menekan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat keseluruhan. Itu merupakan salah satu contoh dari Sistem Partai Tunggal yang berjaya hingga tahun 1991. Di Indonesia sempat akan dibentuk sebuah partai tunggal tetapi dihentikan karena tidak sesuai dengan konteks Indonesia yang Bhineka dan berbau fasisme.

  2. Sistem Dwi Partai

    Sistem Dwi Partai biasanya diartikan ada dua partai di antara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara bergiliran mempunyai kedudukan dominan. Beberapa negara yang memakai sistem dwi partai adalah: Inggris, Amerika Serikat, Filipina, Kanada, dan Selandia Baru. Sistem dwi partai disebut oleh Maurice Duverger khas Anglo Saxon. Pada sistem Dwi Partai penguasa pemerintahan adalah partai yang memenangkan pemilihan umum dan yang kalah dalam pemilihan umum menjadi oposisi bagi partai yang memenangkan pemilu serta yang memegang kekuasaan. Sistem dwi partai dapat berjalan baik apabila memenuhi tiga syarat yaitu: masyarakat bersifat homogenitas, ada konsesus yang kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial serta politik, dan kontinuitas sejarah. Negara yang paling cocok sebagai contoh adalah Inggris. Dimana terdapat 2 partai (Partai Burah dan Partai Konservatif) yang mendominasi dalam penguasaan pemerintahan dan hanya satu perbedaan diantara kedua partai itu adalah cara cepat dan lambat mencapai tujuan. Namun, di Inggris juga terdapat partai yang krusial fungsinya apabila 2 partai (Partai Burah dan Partai Konservatif) mendapatkan perolehan suara yang tipis, contohnya ialah Partai Liberal Demokrat. Sistem dwi partai lebih kondusif dan terpelihara stabilitasnya karena jelas perbedaan tugas antara partai pemerintah dan oposisi. Sistem dwi partai pada umumnya diperkuat dengan sistem distrik dimana setiap daerah pilihan hanya ada satu wakil. Sistem pemilihan seperti ini membuat ruang gerak partai kecil semakin sempit karena tidak ada kesempatan bagi partai kecil berkembang.

  3. Sistem Multi Partai

    Sistem Multi Partai lebih mudah terjadi di negara yang memiliki perbedaan dan pluralitas yang tinggi. Sistem multi partai terdapat di beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia, Belanda, Australia, Perancis, Swedia, dan Rusia (setelah pecahnya Uni Soviet pada tahun 1991). Sistem multi partai jika dikaitkan dengan sistem parlementer mempunyai kecenderungan menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif sehingga peran eksekutif sering lemah dan ragu – ragu. Hal itu dikarenakan tidak ada partai yang mendominasi kuat untuk membentuk pemerintahan sendiri sehingga diperlukan koalisi dengan partai lainnya. Namun, hal itu tidak menjamin lama pedeknya masa pmerintahan karena koalisi sewaktu – waktu bisa berubah sebagai oposisi pemerintah. Di sisi lain, pihak oposisi kurang bisa memberi masukkan atau alternatif kepada pemerintah terhadap kebijakan pemerintah yang tidak sesuai pada saat kegentingan. Pola multi partai ini umumnya diperkuat dengan sistem pemilihan berimbang yang memberikan kesempatan luas bagi semua partai berkembang serta setiap partai memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan kursi di parlemen tergantung banyak sedikitnya suara yang diperoleh partai tersebut dalam pemilihan umum.

 

  • BENARKAH PENGARUH PARTAI POLITIK TURUN???

    Anggapan bahwa pengaruh partai politik mulai turun disebabkan kehidupan politik yang modern telah begitu kompleks dengan diikuti kemajuan teknologi diberbagai bidang kehidupan khususnya dibidang ekomoni. Akibatnya partai tidak bisa menyelesaikan masalah yang timbul. Bersamaan timbulnya masalah seperti itu banyak dari para pemilih menanyakan apakah partai masih bisa dikatakan mewakili rakyat banyak karena pada kenyataannya partai lebih mementingkan kepentingan mencari untung sendiri dibanding kepenting rakyat yang memilihnya serta banyak wakil rakyat yang korup dalam parlemen. Walaupun banyak anggapan seperti itu terhadap partai politik tetap saja partai politik merupakan pilar yang penting dalam kehidupan demokrasi. Bahkan pernah dikatakan: “Seandainya tidak ada partai politik, maka terpaksa kit harus menciptakannya.”

     

  • PARTAI POLTIK DI INDONESIA
    • Zaman Kolonial Belanda

      Kemunculan partai politik di zaman kolonial Belanda merupakan sebauh manifestasi terhadap kebangkitan nasionalisme. Awal kebangkitan tersebut ditandai dengan berdirinya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Se telah itu diikuti oleh organisasi lainnya seperti Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan sebagainya. Pada tahun 1918 Belanda mendirikan Volksraad yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan. Berdirinay Volksraad mendapatkan beberapa tanggapan. Ada yang menfaat Volksraad dan ada yang menolak diberdirikannya Volksraad. Sejalan dengan berlangsungnya waktu, muncul prinsip mayoritas pribumi (anggota dari kalangan pribumi lebih banyak jumlahnya) pada tahun 1931. Pada tahun 1939 Fraksi Pribumi dalam Volksraad merupakan gabungan dari beberapa fraksi. Pada tahun 1939, GAPI (Gabungan dari partai – partai beraliran nasional) dan MIAI (Gabungan partai beraliran Islam tahun 1937) bergabung serta sepakat membentuk Komite Rakyat Indonesia (KRI). Namun, KRI dianggap kurang efektif, maka tahun 1941 dibentuk Majelis Rakyat Indonesia yang mewakili seluruh organisasi yang terbentuk saat itu. Sepanjang zaman kedudukan kolonial Belanda ini, organisasi kemasyarakatan dan partai politik sangat sukar bergabung dalam sebuah front untuk melawan kolonialisme Belanda. Hal ini dikarenakan setiap organisasi kemasyarakatan dan partai politik memikirkan tujuan dari organisasi dan partai masing – masing. Di samping pihak pemerintahan kolonialisme Belanda sendiri juga melakukan penangkapan tokoh partai dan pembubaran partai yang dianggap oleh pemerintah kolonial Belanda dapat membahayakan pemerintahan kolonial.

    • Zaman Pendudukan Jepang (1942 – 1945)

      Pada sama pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun, kegiatan berpolitik ditiadakan. Hal ini dikarenakan keinginan Jepang memenangkan perang dan menguasai wilayah Asia Timur. Saat pendudukan Jepang banyak para tokoh politik yang ditarik Jepang untuk duduk di dalam organisasi yang dibuat oleh Jepang. Tujuan Jepang merekrut para tokoh politik agar mendapatkan dukungan dari rakyat jajahannya. Golongan Islam saja yang mendapatkan kebebasan untuk membentuk organisasi sosial (Masyumi) yang pada akhirnya organisasi sosial ini (Masyumi) menjadi partai politik setelah kemerdekaan Indonesia.

    • Zaman Demokarasi Indonesia
      • Masa Perjuangan Kemerdekaan (1945 – 1949)

        Pada masa perjuangan kemerdekaan terjadi beberapa tahapan sebelum akhirnya dibentuk sebuah Badan Pekerja. Setelah dibentuknya Badan Pekerja muncul usulan agar dibuka kesempatan mendirikan partai politik dan usulan itu disetujui oleh pemerintah dengan dikeluarkanya Maklumat Pemerintah 3 November 1945. Dengan disetujuinya usulan itu, disambut gembira oleh masyarakat luas dan setelah itu banyak partai atau organisasi politik yang terbentuk. Maka pada saat itu berkembanglah sistem multi – partai dengan koalisi. Seiring berjalannya waktu terdapat beberapa partai besar yang terbentuk dan beberapa kejadian. Salah satunya kejadian Muso (PKI) pada September tahun 1948. Dengan terjadinya pemberontakan tersebut konstelasi politik Indonesia berubah dan partai yang mendominasi seperti PNI dengan Masyumi.

      • Zaman Republik Indonesia Serikat (1949 – 1950)

        Pada masa RIS ini keseluruhan partai politik secara aktif berperan dan mendukung pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari negara bagian. Tidak ada banyak perubahan konstelasi partai politik pada masa Republik Indonesia Serikat ini.

      • Masa Pengakuan Kedaulatan (1949 – 1959)

        Setelah diakui kedaulatan Indonesia secara de jure pada Desember tahun 1949 dan digunakannya UUD Sementara 1950, pola kabinet koalisi masih berlangsung dengan menggunakan koalisi partai PNI dan Masyumi. Pada tahun 1955 atau saat kabinet Burhanudin Harahap dari Masyumi mengadakan pemilu pertama di Indonesia yang hasilnya 4 partai besar memperoleh suara banyak yaitu PNI (57 suara), Masyumi (57 suara), NU (45 suara), dan PKI (39 suara). Pada awalnya pelaksanaan pemilu diharapkan dapat menyelesaikan kondisi politik yang kacau. Namun, semua itu tidak terjadi sama sekali. Melainkan terjadi pergantian kabinet berulang kali. Hinnga pada kabinet Ali II berakhir dan digantikan dengan Kabinet Djuanda yang dibentuk dari non parpol. Berakhirnya masa kabinet Ali II maka berakhirlah Demokrasi Parlementer. Setelah berakhirnya Demokrasi Parlementer muncullah Demokrasi Terpimpin. Pada masa ini parlemen yang terbentuk dari parpol memberikan banyak jasa yaitu dibidang legilasi dalam pembuatan Undang – Undang lebih baik dibandingkan parpol hasil pemilu tahun 1977.

      • Zaman Demokrasi Terpimpin (1959 – 1965)

        Masa Demokrasi Terpimpin ditandai dengan diperkuat kedudukan Presiden melalui pengangkatan Presiden seumur hidup (TAP MPR No III/1963), pengurangan peranan partai politik (kecuali PKL), dan peningkatan peranan militer sebagai kekuatan sosial politik. Pada masa ini merupakan perebutan tiga kekuasaan antara Soekarno, PKI, dan ABRI. Dalam pelaksanaan konsep Demokrasi Terpimpin, Soekarno membentuk alat – alat kenegaraan seperti MPR dan DPA. Di samping itu dibentuk juga Dewan Nasional yang terdiri dari 40 anggota dengan mewakili tiap golongan. Hal ini dimaksudkan semua golongan partai maupun non partai perlu didengar aspirasi atau pendapat mereka dalam proses politik. Soekarno mengeluarkan Penper No.7/1959 untuk mengurangi partai politik sebagai tujuan memperkuat badan eksekutif. Berpedoman pada Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang menganjurkan pambentukan partai politik dicabut dan ditetapkan syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk diakui oleh pemerintah. Kemudian pada tahun 1960 hanya tersisa sepuluh partai akibat penyeleksian partai sesuai syarat yang telah ditetapkan. Pada tahun 1960 Soekarno membentuk NASAKOM sebagai wadah untuk mengawasi mobilitas kekuatan politik. Anggapan umum dari terbentuknya NASAKOM ini untuk memperlemah kedudukan dan peranan partai politik. Terbentuknya NASAKOM ini dimanfaatkan PKI untuk berkembang serta mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan politik. Sehingga terjadi pemberontakan G30S PKI dengan membunuh Perwira Tinggi Angkatan Darat. Dengan terjadinya pemberontakan tersebut berakhir pula masa Demokrasi Terpimpin yang bertahan selama enam tahun.

      • Zaman Demokrasi Pancasila (1965 – 1998)

        Di masa Demkrasi Pancasila merupakan masa dimana Orde Baru mulai berkuasa setelah di lengserkannya Soekarno dari jabatan Presiden karena MPRS mencabut Ketetapan No. III/1963 tentang penetapan Presiden seumur hidup setelah itu digantikan oleh Soeharto. Pemerintahan Orde Baru mengajukan usulan penyerdehanaan partai politik dengan dapat meningkatkan stabilitas politik. Akhirnya pada tanggal 27 Juli 1967 pemerintah dan partai – partai politik mencapai suatu kompromi dengan kedua belah pihak memberikan konsesi. Namun terjadi kegagalan setelah diberlakukan di beberapa daerah. Setelah itu diadakan penggolongan partai politik yang diharapkan pada pemilu 1971 bisa terjadi tetapi baru terjadi pada pemilu 1977. Penggabungan partai itu pun terjadi pada tahun 1973 dengan Golkar, PDI, dan PPP. Pada tahun 1982 sampai 1987 pemilu dimenangkan Golkar dan pada tahun 1997 Golkar mengalami kemenangan besar –besaran. Jadi pada dasarnya dari enam kali pemilu saat masa Orba dapat ditarik kesimpulan banyak anggota masyarakat yang terwakili oleh tiga partai.

      • Evaluasi Partai Politik 1945 – 1998 dan Rekomendasi

        Dari awal pembentukan partai politik pada masa kolonial sebagai manifestasi kesadaran nasional hingga masa demokrasi pancasila yang berlangsung selama 40 tahun dengan keadaan non demokratis. Sepanjang perjalanan pasang surutny partai politik di Indonesia perlu adanya penyederhanaan partai politik untuk kestabilan politik dalam rangka membangun sistem multi partai yang kuat dan demokratis. Usulan penyerdehanaan sebagai berikut:

  1. Mengurangi jumlah partai – partai politik untuk peningkatan stabilitas politik.
  2. Terbatasnya jumlah partai akan mempermudah partai mencapai mayoritas atau setidaknya dapat menyusun koalisi yang relatif kuat.
  3. Terbatasnya jumlah partai akan mengurangi fragmentasi dan kecenderungan sentrifugal dari partai – partai.
  4. Partai – partai kecil sebaiknya bergabung atau setidaknya bekerja sama untuk memperoleh kursi dalam parlemen.
  5. Membatasi jumlah partai misalnya dengan menentukan beberapa syarat.
  6. Penggabungan partai menjadi tiga partai seperti Orde Baru dihapuskan.
  7. Massa mengambang dihapuskan dalam pemilihan umum.

 

  • Zaman Reformasi (1998 – Sekarang)

    Jatuhnya masa Orba pada tanggal 21 Mei 1998 dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan. Saat itulah digantikan dengan B.J Habibie sampai tahun 1999. Setelah itu diadakan pemilu yang diikuti banyak partai baru saat masa Orba dilarang adanya selain 3 partai. Pemilu 1999 diikuti 48 parpol dengan dimenangkan oleh PDI-P, Golkar, PPP, PKB, PAN. Dari hasil pemilu ini terpilihlah Abdulrahman Wahid sebagai Presiden dan Megawati sebagai Wakil Presiden. Menjelang Pemilu 2004 yang memperoleh suara yang memadai dalam pemilu 199 tidak dapat mengikuti pemilu 2004 karena ditetapkan UU No. 31/2002 tentang Partai Politik dan UU No. 12/2003 tenteng pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD. Oleh karena itu partai yang 1999 memperoleh suara tetepi tidak bisa mengikuti pemilu 2004, mereka bergabung dengan partai lain. Pada pemilu 2004 banyaknya partai politik yang mengiktui pemilu sebanyak 24 partai dan hasilnya dimenangkan oleh Golkar. Pada 2004 juga dipilih Presiden dan Wakil Presiden langsung dengan hasil terpilihlah Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden terpilih) dari Partai Demokrat dan Jusuf Kalla (Wapres terpilih) dari Golkar. Pada tahun 2009 ini telah berlangsung pemilu legeslatif dan Pilpres yang diikuti 38 partai nasional dan 4 partai lokal dari Aceh. Dan hasilnya dimenangkan oleh Partai Demokrat dengan hampir memperoleh lebih dari 30% suara. Untuk pilpresnya dimenangkan SBY lagi dengan pasangan wapres terpilih Boediono.

 

  • KESIMPULAN

    Dapat disimpulkan bahwa perkembangan partai politik di dunia memberikan sumbangsih yang banyak bagi kehidupan berpolitik di seluruh negara di dunia dengan semua kebaikan dan keburukan pengaruhnya. Begitu pula perkembangan partai politik di Indonesia, semua dipengaruhi berbagai faktor dari luar dan dalam negara. Dengan gejolakan situasi politik di Indonesia membawa banyak perubahan. Salah satunya selama hampir 32 tahun orba berkuasa hanya 3 partai yang memenangkan pemilu. Tetapi setelah hancurnya Orba pada tahun 1998 banyak bermuncullan partai politik untuk tahun 1999 dengan diikuti 48 partai kemudian 24 partai pada tahun 2004 dan tahun 2009 ini pemilu diikuti 38 partai nasional dengan 4 partai lokal di Nangroe Aceh Darrusalam.

Contoh Press Release Event

Tinggalkan komentar

 

 

PRESS RELEASE:

 

DUA KELINCI DUKUNG PEMKAB PATI ADAKAN CAR FREE DAY LAGI

 

Dalam rangka menjadi bagian kebanggaan masyarakat kabupaten Pati, PT. Dua Kelinici mendukung Pemkab Pati untuk mengadakan Car Free Day lagi pada hari minggu tanggal 2 Oktober 2011 sebagai upaya pengurangan emisi gas di daerah Kabupaten Pati. Acara Car Free Day akan dilaksanakan pada minggu pertama dan minggu ketiga setiap bulan. Lokasi Car Free Day sepanjang jalan Panglima Sudirman (mulai dari alun – alun sampai kantor samsat pati) yang akan dimulai dari pukul 06.00 WIB – 09.00 WIB. Selaku pendukung dalam kegiatan tersebut PT. Dua Kelinci akan memberikan dukungan berupa bentuk kegiatan seperti senam SKJ, hiburan musik jalan, dan kumpul komunitas yang ada di Kabupaten Pati.

 

Diungkapkan oleh Factory Manager PT. Dua Kelinci Ir Djuli Murtadho,”Pada mulanya acara Car Free Day di Kabupaten Pati ini telah digiatkan, namun sayang kegiatan yang diadakan sebelumnya kurang efektif sehingga Kami selaku pihak yang mempunyai andil untuk memajukan daerah Pati ini siap mendukung acara Car Free Day tersebut.” Kegiatan awal yang akan dilakukan oleh Dua Kelinci adalah mengkomunikasikan kembali Car Free Day kepada masyarakat agar kesadaran akan pentingnya acara seperti ini untuk dilakukan. Karena PT. Dua Kelinci menilai acara Car Free Day sebelumnya kurang mendapatkan antusias dari masyarakat Pati.

 

Selain itu PT. Dua Kelinci juga akan mengajak pihak – pihak terkait seperti jajaran SKPD Kabupaten Pati, Satlantas Pati, radio, dan komunitas yang ada di Pati untuk ikut serta berpartisipasi di acara ini bukan hanya pada awal kegiatan saja tetapi juga diharapkan memiliki tanggung jawab dan kesadaran pada acara Car Free Day selanjutnya, ungkap Public Relations Manager PT. Dua Kelinci. Car Free Day ini diharapkan dapat menjadikan sebagai tempat dan acara yang positif bagi masyarakat Pati dan PT. Dua Kelinci selaku pendukung acara ini.

MUNAS GOLKAR

Tinggalkan komentar

  • PENDAHULUAN

        Sejak didirikan empat puluh lima tahun yang lalu Partai Golkar selalu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah yang berkuasa. Setelah terjadinya Reformasi pada tahun 1998, Partai Golkar menunjukkan sekali adanya militansi dari kadernya dalam rangka untuk mendapatkan dukungan suara dalam pemilu di era reformasi. Hal ini terlihat masih mengandalkannya konstituen lama yang mendukung Partai Golkar selama masa pemerintahan orde baru. Kurang idealis dan militansi kader Partai Golkar juga dapat diperhatikan banyak tokoh dan kader Partai Golkar yang menjadi “kutu loncat” dengan berpindah menjadi kader partai lain dan atau mendirikan partai sendiri untuk memperoleh kekuasaan.

        Sementara itu para tokoh serta kader Partai Golkar yang masih duduk dalam kepengurusan Partai Golkar lebih banyak yang bersikap pragmatisme dibandingkan yang mempunyai jiwa idealisme. Dalam MUNAS VIII Partai Golkar di Pekanbaru yang baru saja dilaksanakan, tokoh serta kader Partai Golkar yang mempunyai jiwa atau semangat idealisme berhadapan dengan tokoh serta kader Partai Golkar yang memiliki jiwa atau semangat pragmatisme untuk memperebutkan menjadi pucuk pimpinan tertinggi dari Partai Golkar (Ketua Partai). Hasil dari MUNAS VIII Golkar bahwa kelompok pragmatismelah yang menang dan di lain pihak kelompok idealisme kalah dalam pertarungan.

        Sebagai sebuah partai yang besar Partai Golkar harus berpikir panjang dan berjuang dalam menghadapi persaingan antar partai yang lebih berat di era reformasi ini, mengingat unggulnya kelompok pragmatisme dalam MUNAS VIII Golkar.

     

  • PERMASALAHAN

        Memperhatikan latar belakang tersebut di atas, timbul suatu pertanyaan “Mampukah Partai Golkar Mengembalikan Kejayaannya di Masa Lalu dan Eksistensinya dalam Pemilu yang Akan Datang (2014)?”. Hal ini perlu mendapatkan tanggapan atau jawaban yang lebih mendasar, mengingat ekses pertarungan di MUNAS VIII Golkar mempunyai dampak yang masif di tingkat daerah.

     

  • PEMBAHASAN

        Dalam memberikan tanggapan serta jawaban permasalahan dapat ditinjau dari beberapa hal yang meliputi:

    • Sistem Pelaksanaan Pemilu
    • Rekruitmen Anggota atau Kader Partai Politik
    • Pembinaan Anggota Partai
    • Pendanaan Partai

    

  1. Sistem Pelaksanaan Pemilu

        Pelaksanaan pemilu di Indonesia diatur dalam Undang – Undang Pemilihan Umum. Undang – Undang Pemilihan Umum di Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Terakhir pelaksaan Pemilu diatur pada UU No. 10 Tahun 2008. Pada Undang – Undang tersebut sistem pemilu di Indonesia adalah sistem distrik dengan skala daftar. Penghitungan perolehan suara adalah calon yang memperoleh suara 30% dari suara yang sah. Bagi calon legislatif yang kurang mendapatkan 30% suara yang sah walaupun mendapatkan suara terbanyak di daerah pemilihannya. Calon tersebut berada pada nomor urut bawah tidak akan menjadi anggota legislatif tetapi yang menjadi anggota legislatif adalah yang memiliki nomor urut kecil. Hal ini dikarenakan masuk perhitungan perolehan partai peserta pemilu. Dari permasalahan di atas berdampak tokoh dan kader partai kurang militansinya dalam rangka mendapatkan dukungan pemilihnya.

        Dengan adanya Keputusan Makamah Konstitusi tahun 2009 dari sistem distrik menggunakan skala daftar berubah menjadi sistem distrik dengan suara terbanyak yang akan menjadi anggota legislatif membuat para tokoh dan kader partai peserta pemilu menjadi kalang kabut. Akibat dari perubahan sistem perolehan suara pada pemilu ini, banyak tokoh partai politik peserta pemilu yang gagal menjadi anggota legislatif karena perolehan suaranya kalah dari tokoh lokal atau tokoh lainnya yang mendapat suara terbanyak.

        Perubahan sistem perolehan suara, mau tidak mau pucuk pimpinan partai dan tokoh partai untuk berpikir ulang agar mendapatkan dukungan suara dari masyarakat. Dengan menempatkan kader sebagai caleg yang benar – benar idealis dan militansi untuk memperbesar dan kejayaan partai. Hal tersebut di atas juga berlaku pada Partai Golkar selaku peserta pemilu agar pada pemilihan yang akan datang pada tahun 2014 Partai Golkar dapat meraih kemenangan dan kejayaannya kembali melihat pada pemilu 2009 ini Golkar berada pada urutan kedua dibawah Partai Demokrat dengan selisih perolehan suaranya hampir 9% suara. Oleh sebab itu Partai Golkar harus bisa menempatkan caleg yang berpengaruh di masyarakat agar tidak terulang kembali penurunan suara seperti pemilu sebelumnya.

     

  2. Rekruitmen Anggota atau Kader Partai Politik

        Memperhatikan sistem pemilu di atas, perlu kiranya Partai Golkar menata ulang pola rekruitmen anggota dan kader – kadernya. Selama ini pola rekruitmen Partai Golkar masih menggunakan pola lama yaitu dengan menggunakan sistem rekruitmen pada masa orde baru dan berusaha mempertahankan pemilih tradisional (lama).

        Tantangan ke depan sangat berat bagi Partai Golkar karena sistem pemilu yang berlaku mendorong untuk mengubah pola rekruitmen anggota partai. Kalau selama ini Partai Golkar selalu mengandalkan tokoh – tokoh lama, dalam rekruitmen yang akan datang Golkar harus melibatkan berbagai elemen yang ada di masyarakat dan awal rekruitmen harus di mulai dari “akar rumput” yang secara berjenjang dapat menduduki jabatan kepengurusan partai. Waktu yang dipergunakan untuk rekruitmen anggota dan kader harus berkesinambungan yang dimulai sejak ditetapkan hasil pemilu.

        Dalam pelaksanaan rekruitmen diperlukan adanya transparasi komunikasi yang berupa penyampaian visi dan misi dari partai. Termasuk di dalam rekruitmen itu adalah konsolidasi internal dalam tubuh Partai Golkar. Dalam pelaksanaan konsolidasi partai harus dihindari adanya “unggulan egoisme”, hal ini perlu sekali dilaksanakan agar tidak terjadi vaksi – vaksi yang saling bertentangan sehingga berdampak melemahkan tujuan partai.

        Untuk menjadi sebuah partai modern, pola evaluasi rekruitmen dan kaderisasi harus dilaksanakan secara periodik untuk mendapatkan feedback dari anggota dan kader. Dalam evaluasi tersebut juga harus bersifat netral dan adil agar tidak terjadi saling menjatuhkan antar kader. Hasil setiap evaluasi dipergunakan untuk perencanaan pembinaan kader.

        Jadi untuk rekruitmen Partai Golkar yang akan datang perlu melihat dari situasi Golkar pada saat ini memerlukan sosok yang mau bekerja keras membesarkan partai bukan sekadar mencari kekuasaan pada 2014. Karena itu sosok yang dipilih dalam Munas semestinya bukan sosok yang berorientasi kekuasaan atau mencari kursi untuk mencalonkan diri sebagai presiden.

     

  3. Pembinaan Anggota Partai dan Pemeliharaan Konstituen

        Memperhatikan penurunan suara Golkar pemilu sejak reformasi menunjukkan terabaikannya pembinaan dan pemeliharaan kader serta konstituen. Bila dikaitkan dengan hasil MUNAS VIII Golkar maka pembinaan dan pemeliharaan konstituen sangat menentukan sekali keberadaan partai Golkar pada pemilu – pemilu yang akan datang.

        Berdasarkan pada kenyataan di lapangan selama ini, para elit Partai Golkar di setiap tingkatan sangat kurang sekali melaksanakan kegiatan pembinaan dan pemeliharan konstituen partai. Di era sekarang dengan banyaknya partai peserta pemilu merupakan ancaman bagi kader dan konstituen Partai Golkar untuk tidak lagi mendukung Partai Golkar. Mereka memindahkan dukungan dan pilihannya pada partai – partai lain.

        Pembinaan dan pemeliharaan konstituen tidak dapat dilaksanakan dengan ibarat “mendorong mobil mogok, dan saat mobil berjalan pendorongnya ditinggal”. Dari ibarat tersebut dapat dilihat yang menikmati hasil pemilu hanya elit partai saja. Pembinaan dan pemeliharaan seperti ini lebih banyak dilakukan Partai Golkar pada saat menjelang pemilu.

        Seharusnya pola pembinaan dan pemeliharaan konstituen dilaksanakan seiring dengan berjalannya rekruitmen anggota dan kader segera setelah penetapan hasil pemilu. Dalam pembinaan dan pemeliharaan konstituen, seluruh jajaran elit dan kader Partai Golkar melakukan kegiatan sesaui dengan daerah pemilihan masing – masing. Jadwal waktu pelaksanaan pembinaan dan pemeliharaan tersebut harus teratur secara periodik. Salah satu bentuk pembinaan konstituen adalah penggunaan Kartu Tanda Anggota Partai (KTA). Hal ini dimaksud untuk mengukur secara nyata kekuatan yang dimiliki oleh Partai Golkar. Dengan penggunaan KTA tersebut pelaksanaan dan pembinaan konstituen akan mendukung perolehan suara pada setiap pemilu. Kepemilikan KTA Partai selama ini masih terabaikan karena takut pada trauma pada peristiwa G-30S PKI. Pemilikkan KTA dalam setiap organisasi merupakan suatu kewajiban dan kebanggaan untuk setiap intern partai. Dengan KTA anggota dapat memudahkan untuk dibina militansinya.

        Jadi mulai saat ini Partai Golkar harus mampu menarik kembali konstituen yang sekarang sudah tercerai-berai dan direkrut Parpol lain agar kejayaan dapat diraih kembali serta penurunan suara pada pemilu yang lalu tidak terjadi lagi walaupun Golkar memangkan pemilu.

     

  4. Pendanaan Partai

        Salah satu pendukung eksistensi keberadaan organisasi adalah faktor finansial atau pendanaan. Dana organisasi diperoleh dari iuran anggota, subsidi pemerintah, dan sumbangan – sumbangan yang sah. Dengan semakin banyaknya anggota organisasi akan memudahkan penggalangan dana bagi organisasi untuk mempertahankan keberadaan organisasi.

        Pada kenyataan yang ada pendanaan Partai Golkar tidak seperti yang diharapkan sebagai yang diuraikan di atas. Pendanaan partai di Indonesia secara umum termasuk Partai Golkar sangat tergantung pada pemerintah yang berupa bantuan pada Parpol. Dana dari pemerintah tersebut bersumber dari APBN atau APBD. Besarnya dana dari pemerintah dihitung dari jumlah kursi di legislatif. Bantuan yang bersumber dari pemerintah baik langsung maupun tidak langsung menjadi beban masyarakat. Sedangkan kontribusi parpol pada masyarakat kurang dapat dirasakan.

        Untuk Partai Golkar sendiri keuangan partai mengandalkan iuran dari anggota partai yang duduk dalam legislatif di semua tingkatan daerah maupun nasional dan juga bantuan dari pengurus partai atau simpatisan partai dari kalangan pengusaha. Sedangkan dari anggota dan konstituen partai tidak dapat dipungut karena tidak diketahui secara pasti jumlah anggota dan konstituen.

        Berkaitan dengan pendanaan yang sangat terbatas dalam setiap kegiatannaya, Partai Golkar lebih bersikap pragmatis dalam arti kata membebani para menteri, anggota legislatif, dan meminta bantuan lain dari pengusaha yang menjadi simpatisan Golkar. Hal ini menunjukan bahwa Partai Golkar tidak dapat mandiri sebagai yang besar.

        Apabila hal tersebut dikaitkan dengan MUNAS VIII Golkar dengan kemenangan di kelompok pragmatisme (Aburizal Bakrie) kemandirian Partai Golkar menjadi taruhan yang besar. Hal ini disebabkan dalam era saat ini ada anggapan atau penilaian dari masyarakat untuk memilih anggota legislatif dari Partai Golkar hanya merupakan sarana pengembalian modal.

        Untuk masa yang akan datang penggalian dana dalam Partai Golkar seyogyanya harus diubah pula dengan perbandingan iuran anggota harus lebih besar dari bantuan pemerintah dan sumbangan lain yang sah. Untuk mendapatkan dana dari anggota dapat didata dari jumlah anggota yang mempunyai KTA.

     

  • KESIMPULAN

        Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan:

    • Bahwa berdasarkan hasil MUNAS VIII Golkar, Partai Golkar akan menghadapi tantangan yang besar dalam upaya menjaga eksistensi sebagai partai besar di Indonesia. Hal ini terlihat dari terpilihnya “kelompok tua” sebagai Ketua Partai Golkar yang lebih bersifat pragmatisme (Aburizal Bakrie). Sementara itu figur pucuk pimpinan Partai Golkar mempunyai masalah sosial yang belum terselesaikan secara tuntas.
    • Bahwa kekalahan kelompok idealisme (Surya Paloh: 27,43% suara) dan generasi muda (Yudhi Chrisnandi: 8% suara dan Hutomo Mandala Putra: 9,71% suara) atas kelompok pragmatisme (Aburizal Bakrie: 54,86% suara) diakibatkan adanya pengkhianatan di dalam kelompok idealis dan generasi muda dengan terjadinya pelemahan secara sistematik dalam aturan pelaksanaan MUNAS VIII yang dilakukan oleh panitia MUNAS yang didominasi oleh kelompok pragmatisme.
    • Bahwa agar supaya Partai Golkar dapat bertahan sebagai partai besar serta tidak mengalami penurunan suara lagi pada pemilu yang akan datang, pola rekruitmen anggota dan kader harus diubah dari pola yang mengandalkan mantan pejabat pemerintah dan pemilih tradisional menjadi pola rekruitmen melibatkan semua elemen masyarakat mulai dari “akar rumput” sampai ke atas melalui metode penyampaian visi dan misi partai. Pelaksanaan rekruitmen harus dilaksanakan secara langsung oleh elit partai dan fungsionaris Partai Golkar.
    • Bahwa dalam konsolidasi internal Partai Golkar, kelompok pragmatisme harus dapat merangkul kelompok idealisme untuk menghindari perpecahan partai Golkar itu sendiri.
    • Pembinaan kader dan pemeliharaan konstituen harus dilaksanakan lebih awal dan terencana oleh para jajaran kader Golkar di setiap tingkatan agar terpeliharanya konstituen dan kader dari Partai Golkar. Partai Golkar harus berani meninggalkan pola lama dalam pembinaan kader dan pemeliharaan konstituen yang di ibaratkan sebagai “mendorong mobil mogok”. Partai Golkar harus berani mengeluarkan KTA bagi kader dan konstituennya untuk lebih mudahkan pelaksanaan pembinaan kader dan pemeliharaan konstituen.

    Bahwa untuk menjaga keberadaan dan kemandirian, Partai Golkar harus mempunyai dana yang cukup besar sebagai salah satu penopang tulang punggung yang kuat. Penggalian dana harus lebih banyak bersumber dari iuran anggota daripada bantuan pemerintah dan sumbangan lain yang sah.

SELEBRITIS DAN POLITIK

Tinggalkan komentar

Apakah Definisi dan Katagori Selebritis?

    Sering kita mendengar istilah selebritis setiap hari di berbagai media. Mereka (selebritis) selalu mengisi media dengan pemberitaan yang miring atau kehidupan mereka sehari – hari. Hal apa saja yang dilakukan oleh setiap selebritis ini akan disorot oleh media dari hal negatif sampai hal positif. Dalam buku International
Journal of Communication 3, celebrities are mass idols, venerated and celebrated by the media (selebritis adalah idola orang banyak, dihormati, dan diperkenalkan oleh media). Pada intinya seorang selebritis merupakan seseorang yang menjadi idola banyak orang dan diperkenalkan oleh media.

    Sejatinya seorang selebritis hanyalah orang biasa seperti orang lain pada umumnya. Namun akibat seorang selebritis diperkenalkan oleh media, maka banyak orang yang tahu dan mereka (selebritis) menjadi idola. Menurut Chris Rojek selebritis dibagi menjadi beberapa kategori yaitu ascribed celebrity, achieved celebrity, dan attributed celebrity. Ascribed celebrity sebutan selebritis yang telah melekat sejak lahir akibat kekayaan orang tuanya, seperti Paris Hilton, keluarga kerajaan Inggris, keluarga cendana. Achieved celebrity merupakan sebutan selebritis yang sukses dalam berbagai bidang. Achieved celebrity ini cenderung dari orang biasa yang memiliki prestasi yang bagus dalam bidang hiburan, olahraga, atau bakat di bidang tertentu, seperti Mike Tyson, Bruce Lee, Anggun Sasmi yang sukses dibidangnya. Sedangkan attributed celebrity
di mana ketenaran dicapai melalui representasi media atau tontonan, seperti dalam skandal atau fitur tabloid, seperti Sinta – Jojo yang terkenal akibat video unik mereka di youtobe.

 

Apakah Politik Selebritis atau Politisi Selebritis itu?

    Pada awalnya politik selebritis telah muncul di Amerika Serikat dimana pada saat itu terpilihnya Ronald Reagen sebagai Gubernur California ke – 33, setelah itu dia menjadi presiden Amerika yang ke – 40 pada tahun 1981 sampai 1989. Selain Reagen ada beberapa selebritis yang masuk dalam ranah politik di Amerika seperti George Murphy terpilih menjadi Senator, dan Sonny Bono bertugas di Kongres. Mereka merupakan selebritis dunia yang masuk dalam ranah politik di Amerika.

    Pada saat ini, politik selebritis juga telah merambah politik di Indonesia bahkan dunia. Banyak selebritis Indonesia maupun dunia mencoba dunia politik. Salah satu selebritis dunia yang telah merambah politik adalah Arnold Schwarzenegger sebagai Gubernur California sampai saat ini. Di Indonesia pun banyak selebritis yang telah merambah dunia politik, seperti Rano Karno sebagai Wakil Bupati Tangerang dan Dede Yusuf sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat. Istilah politik selebritis mulai terdengar umum di telinga kita. Mungkin arti dari politik selebritis secara umum bahwa seorang selebritis yang masuk ranah politik, namun lebih jauh kita mengamati arti istilah politik selebritis mulai berubah. Bukan seorang selebritis yang menjadi politikus melainkan seorang biasa atau politikus yang bergaya seperti selebritis atau dijadikan selebritis oleh media. Kasus yang dapat dijadikan contoh ialah pada saat pemilihan Presiden Amerika tahun 2008 yang dimenangkan oleh Barrack Obama. Barrack Obama dan pesaingnya John McCain saling menggunakan politik selebritis sebagai kampanye mereka. Media memberitakan mereka dan mereka menggunakan media sebagai alat kampanye yang mana seolah – olah mereka seorang selebritis bukan seorang politikus.

 

Sosok Selebritis, Dukungan, dan Politisi Selebritisnya

    Setelah perang dunia II dimana televisi mulai ada, banyak perubahan yang terjadi pada cara memperoleh informasi. Televisi muncul sebagai jalan komunikasi utama pada saat itu menjadikan televisi sumber utama dalam memperoleh informasi di masyarakat. Hal ini terjadi di Amerika Serikat dimana perkembangan media elektronik yang pesat dibandingkan media cetak menjadikan adanya “batas yang kabur” antara Hollywood dengan Washington dimana para selebritis lebih mendapatkan dukungan di masyarakat dibandingkan politikus. Hal ini disebabkan selebritis mahir dalam menggunakan media untuk mendapatkan dukungan. Selain itu, selebriti sangat cocok untuk era politik kontemporer karena kekayaan dan kapasitas penggalangan dana mereka. Dengan tingginya biaya ras politik dan jumlah besar uang yang dibutuhkan untuk menyiarkan iklan, penggalangan dana sangat penting untuk menjamin keberhasilan politisi selebritisnya dalam pemilu.

    Dana yang dimiliki oleh para selebritis ini menjadikan diri mereka mampu dalam membiayai kampanye yang membutuhkan dana yang cukup besar. Dari hal inilah selebritis memiliki dan mendapatkan kekuatan dalam sistem politik. Selain itu, selebritis juga memiliki nama dan citra yang telah dikenal oleh masyarakat sehingga mereka mudah mendapatkan dukungan dari pemilih dan dana untuk kampanye mereka. Faktor ketenaran, glamor, dan kekayaan merupakan modal selebritis untuk menjadi kandidat yang berhasil.

    Pada akhirnya, selebritis menjadikan dirinya sebagai calon kandidat yang baik karena fenomena “ksatria putih”. Maksudnya ialah sinisme warga yang luas tentang politisi konvensional, menjadikan pemilih sering melihat selebriti sebagai ksatria putih dari luar proses politik sehingga pemilih memiliki kepercayaan bahwa selebritis pantas untuk dipilih. Hal tersebut memberikan selebriti semacam dukungan kredibilitas yang normal dimana para politisi tidak punya dukungan yang sama dengan selebritis.

 

Citra Selebritis di Masyarakat

    Sorotan media yang setiap hari kepada kegiatan selebritis menjadikan selebritis ini dikenal oleh masyarakat luas. Penilaian masyarakat terhadap selebritis juga dipengaruhi oleh media dimana pemberitaan tersebut negatif atau positif. Selain itu, peran selebritis merupakan faktor yang mempengaruhi penilaian dan citra diri mereka masing – masing. Apabila seorang selebritis dikenal memiliki peran antagonis, maka citra mereka cenderung jelek di masyarakat. Begitu pula seorang selebritis yang dikenal berperan baik, maka citra mereka akan cenderung baik juga di masyarakat.

    Tak lepas dari peran yang dibawakan oleh selebritis, pemberitaan media tentang kehidupan selebritis juga menjadi faktor yang cukup mempengaruhi terhadap citra selebritis. Hal ini terjadi apabila sosok selebritis yang dikenal memiliki citra baik tetapi pemberitaan terhadap kehidupannya “miring”, maka citra baik yang dimiliki selebritis menjadi buruk akibat pemberitaan “miring” kepadanya. Begitu pula sebaliknya terjadi pada selebritis yang awalnya dianggap citra diri mereka buruk.

 

Pemanfaatan Sosok Selebritis dalam Kampanye

    Arnold Schwarzenegger adalah selebriti yang paling terkenal yang pernah mencalonkan diri untuk jabatan politik di Amerika Serikat. Dia berhasil menjadi Gubernur California hingga saat ini. Arnold memanfaatkan keselebritisannya untuk terjun dalam dunia politik. Dia dapat dibilang berhasil dalam awal terjun ke dunia politik. Suara yang didapatkan dalam pemilihan Gubernur California cukup banyak. Hal ini tidak terlepas dari sosok selebritisnya yang bagus dalam dunia perfilman. Dia dikenal oleh banyak orang dan memiliki citra serta nama yang baik. Selain itu juga, dia adalah seorang komunikator yang efektif dan cerdas tentang self-presentasi.

    Tidak semua yang dilakukan Arnold dalam meraih Gubernur California mulus. Pada saat pencalonannya dalam pemilihan Gubernur juga mendapatkan hambatan. Mencuatnya masa lalu Arnold salah satu dia terlibat dalam kelompok sex dan penggunaan narkoba. Namun semua itu hanyalah bumbu dalam kampanye agar para pemilih memiliki simpati pada Arnold yang mana dibuktikan dengan kemenangan Arnold dalam pemilihan dan menjadi Gubernur California.

    Contoh kasus Arnold juga terjadi di Indonesia, dimana banyak para selebritis dari dunia hiburan menjadi anggota parlemen atau menjadi kepala pemerintahan. Hal ini juga tidak terlepas dari sosok selebritis mereka di masyarakat. Para selebritis ini menggunakan ketenaran dan citra mereka untuk masuk dalam dunia politik. Misalnya saja Dede Yusuf yang sekarang menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat.

    Dede Yusuf pada tahun 70-an merupakan seorang selebritis yang diidolakan para remaja pada saat itu. Bukan karena menjadi idola pada masa lalunya saja, Dede Yusuf juga merupakan aktor senior dan kawakan sehingga banyak dari masyarakat mengenal kiprah dari seorang Dede Yusuf ini. Begitu pula Rano Karno, dia menjadi Wakil Bupati Tangerang. Rano Karno yang akrab dengan sebutan Si Doel ini melenggang menjadi Wakil Bupati dengan memanfaatkan sosok selebritisnya yang dikenal baik serta banyak masyarakat yang tahu, sehingga dia mendapatkan dukungan dari masyarakat dalam memenangkan pemilihan sebagai Wakil Bupati Tangerang.

    Pemanfaatan sosok selebritis dalam kampanye terkadang efektif untuk meraih suara dan dukungan dari masyarakat sehingga memenangkan pemilihan untuk menduduki jabatan politik. Layaknya Arnold, Dede Yusuf, dan Rano Karno, mereka merupakan contoh yang berhasil dalam memperoleh suara dan dukungan dari masyarakat untuk memenangkan jabatan politik. Namun tidak semua pemanfaatan sosok selebritis berhasil untuk terjun ke ranah politik. Hal ini akibat citra yang mungkin kurang baik dimata masyarakat dan selera masyarakat terhadap siapa yang pantas untuk dipilih.

 

Politisi Dijadikan Sosok Selebritis dalam Kampanye

    Pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008 kemarin dapat dijadikan study kasus dimana Barrack Obama dan John McCain bersaing merebutkan kursi kepresidenan. Setelah Obama memangkan kandidat dari partai Demokrat, dia bertarung lagi dengan McCain. Dalam pertarungan tersebut banyak cara – cara yang dilakukan oleh kedua pihak. Antara Barrack Obama dengan McCain sama – sama menggunakan media sebagai alat kampanye mereka. Obama sendiri memiliki account di jejaring sosial seperti facebook, twitter, myspace dimana semua itu digunakan untuk mendapatkan dukungan dari rakyat Amerika dan sebagai alat kampanyenya. Tidak hanya di situs web atau jejaring sosial, kedua kandidat ini juga bertarung melalui video bahkan film. McCain membuat suatu acara televisi dan film tentang dirinya. McCain bermaksud mencari simpati dari rakyat Amerika yang banyak telah mendukung Obama. Terlebih parahnya lagi, McCain dalam kampanyenya selalu menyerang pidato atau kebijakan yang akan dilakukan Obama apabila terpilih. Namun Obama tidak menanggapi serangan McCain tersebut. Tidak beda dengan McCain, Obama sendiri membuat sebuah video yang diupload youtobe. Video tersebut berisikan ajakan Obama untuk melakukan perubahan bersama – sama di rakyat Amerika. Tidak cukup dengan itu saja, pertarungan politik antara Obama dan mcCain juga terjadi dalam pidato – pidato kampanye mereka dalam berbagai bidang. McCain dalam pidato kampanyenya menganggap kebijakan yang akan dilakukan Obama tersebut salah dan tidak baik untuk Amerika. Berbeda dengan Obama yang tidak menganggapi McCain dan terus memberikan “udara perubahan” bagi Amerika.

    Terlepas dari yang dilakukan Obama dengan McCain semua itu dilakukan oleh media dan tim kampanye kedua pihak agar Obama dan McCain dikenal oleh warga Amerika dan memberikan dukungan kepada mereka. Faktor lain yang mempengaruhi ialah dimana tim kampanye ini menjadikan kedua kandidat ini seperti layaknya selebritis yang dikenal akibat sorotan media yang berlebihan. Dengan kata lain dimana politisi dijadikan sosok selebritis ini akan dapat memperoleh dukungan dari pemilih. Hal ini terjadi akibat adanya anggapan bahwa citra seorang selebritis akan lebih mendapatkan dukungan dibanding politisi. Maka dari anggapan tersebut muncul dimana politisi dengan sengaja dijadikan selebritis dadakan agar dikenal publik dan memperoleh dukungan dari publik.

 

Publikasi dan Budaya

    Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Obama, McCain, atau selebritis dalam menarik dukungan dengan istilah politisi selebritis tidaklah salah. Karena pada dasarnya politk adalah dunia ekspektasi dan representasi warga sehingga terbuka bagi partisipasi aktif seluruh elemen sehingga terdapat keterbukaan akses bagi siapa saja untuk menuju panggung politik. Di tengah mainstream kepolitikan yang serba terbatas popularitas sebagai selebritis menjadi nilai tambah bagi kandidat yang maju dalam pemilihan. Tidak lepas dari peran media, seorang politisi memiliki perbedaan dengan selebritis. Seorang politisi konvensional yang mana hanya dikenal beberapa kalangan saja akan sulit mendapatkan dukungan dari rakyat dibandingan seorang selebritis kawakan yang dikenal baik di masyarakat. Hal ini terjadi karena para selebritis diuntungkan oleh budaya konsumen, di mana kesan memainkan peranan utama dalam mencari dukungan di masyarakat.

    Kesan budaya konsumen pada dasarnya bersifat modernis, sepanjang mengenai ganti-mengganti tata nilai dan meruntuhkan titik acuan tradisional, dalam usahanya meramu paduan baru yang mampu membangkitkan kembali kenangan dan merangsang keinginan. Di titik itu, publikasi besar – besaran terhadap seorang selebritis membuka akses dan sukses mereka di politik. Akibat dari kesan budaya konsumen ini menjadikan seorang politisi menjadikan dirinya seorang selebritis dadakan agar para politisi ini mudah mendapatkan dukungan. Publikasi dari media digunakan dengan luas dan besar dari media massa sampai media cetak untuk alat publikasi politisi tersebut agar dikenal rakyat. Langkah publikasi yang besar – besaran yang dilalukan oleh para politisi ini tidak terlepas dari kecenderungan sebagian besar masyarakat dipengaruhi kesan yang ditampilkan media walaupun ada sebagian masyarakat yang masih rasional dan mengagumi kharisma tokoh politisi. Kesan -kesan dari publikasi media ini yang memainkan peranan utama pada perilaku memilih dalam pemilu atau pilkada, maka banyak dari politisi ini membuat kesan pada diri mereka agar mereka memiliki dukungan dari masyarakat dimana hal tersebut sebagai modal untuk mememangkan atau menjadikan kalah dalam pemilihan.

 

Kesimpulan

    Penggunaan sosok selebritis dalam pemilu dapat dikategorikan hal yang baru dalam dunia politik saat ini. Adanya mainstream dimana kesan dari publikasi yang memerankan media menjadikan suatu perubahan yang cukup unik dalam para politisi melakukan kampanyenya. Mereka (politisi) ini menjadikan dirinya seorang sosok selebritis dadakan untuk menarik perhatian publik kepada mereka. Hal yang dilakukan para politisi ini dapat dikategorikan sebagai attributed celebrity, karena mereka cenderung menjadi sosok selebritis akibat dari representasi atau tontonan di media. Publikasi media terhadap politisi yang berlebihan dan selalu berulang – ulang menjadikan politisi tersebut memiliki kesan di masyarakat, sehingga mereka mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat.

    Dapat kita ambil contoh kasus pada pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2008. Dalam kasus tersebut terlihat jelas dimana peran media yang membantu kedua kandidat bertarung untuk memperebutkan kursi pemerintahan di Amerika. Obama dan McCain menggunakan semua media yang ada untuk berkampanye kepada rakyat Amerika. Dibalik penggunaan semua media yang ada dalam proses kampanye di Amerika tersebut, dengan secara tidak langsung kedua kandidat ini menjadi sosok selebritis “dadakan” sehingga mereka dikenal di Amerika bahkan hampir di seluruh dunia. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa media menjadi kunci dan peran utama dalam menjadikan kedua kandidat seolah bak superselebritis.

    Berbeda halnya bila selebritis terjun dalam politik seperti Reagen dan Arnold. Seringnya tampil di media sebelum masuk dalam dunia politik membuat mereka mudah mendapatkan dukungan dari rakyat. Sebagai konsekuensinya mereka melenggang mudah menduduki jabatan politik walaupun ada beberapa sedikit hambatan yang menghadangnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Prihatmoko, Joko J. 2008. Politisi Selebritis dan Budaya Massa.

http://www.wawasandigital.com, (diunduh tanggal 13 November 2010).

 

West, Darrell M. Arnold Schwarzenegger dan Politik Selebriti,

http://www.insidepolitics.org/heard/westreport903.html,

(diunduh tanggal 13 November 2010).

 

Kellner, Douglas. 2009. International Journal Communication 3.

 

http:// id.wikipedia.org, (diunduh tanggal 13 November 2010).

PENYIMPANGAN SOSIAL DALAM TINDAKAN KEKERASAN DI MASYARAKAT DAN KONSENSUS PUBLIK TERHADAP TINDAKAN KEKERASAN YANG TERJADI

Tinggalkan komentar

Apa Itu Penyimpangan Sosial (Deviation) dan Konsensus Publik?

Pengertian Penyimpangan Sosial

    Sebelum membahas kasus – kasus yang diatas terlebih dahulu kita pahami pengertian dari penyimpangan sosial (Deviation) adalah bentuk perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Penyimpangan sosial tidak dititik beratkan pada baik atau buruknya untuk menyimpang namun lebih didasarkan pada benar atau salah dari penyimpangan tersebut.

    Penyimpangan itu sendiri terjadi akibat beberapa faktor. Faktor yang mungkin sangat dominan pengaruhnya adalah kecerdasan tiap individu, usia, jenis kelamin, dan kedudukan dalam keluarga. Hal ini sangat berperan penting, karena dari faktor itu keberhasilan sosialisasi terhadap norma dan nilai dimasyarakat seutuhnya dapat dipahami. Selain itu faktor dari luar adalah lingkungan. Lingkungan mendukung individu untuk melakukan atau tidaknya penyimpangan.

Penyimpangan Akibat Konsensus Publik

    Konsensus ialah suatu bentuk kesepakatan atau anggapan bersama yang telah disetujui oleh semua pihak yang berkaitan. Konsensus Publik bisa diartikan sebagai kesepakatan umum atau masyarakat, bisa dikatakan juga bahwa konsensus publik sama seperti penilaian masyarakat. Cara pandang kita terhadap sesuatu yang tidak wajar, jarang dilihat, atau kurang sesuai dapat kita katakan sebagai penyimpangan. Padahal tidak semua bisa dikatakan penyimpangan, mungkin saja itu hal baru yang jarang kita lihat. Penilaian awal yang langsung mengatakan sebagai penyimpangan sosial bisa dipengaruhi adanya prasangka dalam diri kita. Pada dasarnya pengertian penyimpangan adalah perilaku individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyaraka. Dapat kita lihat bahwa pengertian penyimpangan lebih pada tindakan akan nilai dan norma, alasannya lebih disebabkan karena nilai dan norma merupakan hasil kesepakatan masyarakat (rekayasa sosial) dan harus dipatuhi. Penggambaran terjadinya penyimpangan adalah bila ada pria tetapi gerakan tubuhnya lebih dominan seperti perempuan (waria) dianggap suatu penyimpangan oleh masyarakat, karena masyarakat menganggap tindakan pria itu lebih berani, tidak lemah gemulai, tegas, dan tidak cengeng. Untuk lebih jelasnya akan saya berikan contoh kasus dan penjelasan masalah penyimpangan sosial yaitu tindakan kekerasan yang terjadi pada masyarakat umum khususnya yang terjadi pada Institusi Pendidikan dewasa ini.

Beberapa Kasus Penyimpangan Sosial di Masyarakat

    Masih teringat dalam ingatan kita sebuah kekerasan yang dilakukan oleh senior terhadap yuniornya disalah satu Institusi Pendidikan yang mencetak pamong praja bagi negara ini. Kekerasan dan penyiksaan ini bermula karena ada yang bentuk hukuman terhadap pelanggaran peraturan. Namun, disayangkan sekali tindakan itu menelan nyawa yang seharusnya menjadi masa depan keluarganya. Kejadian itu tidak hanya terjadi sekali atau dua kali melainkan telah terjadi sejak angkatan lama hingga sekarang. Bahkan semua itu telah menjadi hal yang mentradisi di lembaga pendidikan ini.

    Contohnya saja di STPDN (sekarang IPDN), kematian Wahyu Hidayat, mahasiswa STPDN itu meniggal karena dihajar oleh seniornya karena suatu hal. Selain peristiwa itu masih ada perploncoan yang dilakukan oleh mahasiswa senior terhadap juniornya dalam masa basis. Tidak tanggung – tanggung semua junior “dihajar” oleh seniornya tanpa ada perlawanan.

    Tidak hanya di IPDN saja hal ini terjadi. STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) misalnya saja, ada film berdurasi pendek yang menontonkan “aksi heroik” seniornya memukul junior – juniorny secara “berjamaah”. Bahkan ada senior bangga melakukan hal itu terhadap jumiornya. Mereka merasa puas melakukan tindakan itu karena mereka beranggapan telah memberikan “pembelajaran” tradisi di kampus antar angkatan. Dan tidak terbantahkan lagi bila hal itu terjadi lagi terhadap junior yang baru masuk tahun ajaran baru berikutnya.

    Ironisnya lagi kekerasan seperti ini tidak saja di Sekolah Tinggi atau Universitas. Bahkan ditingkatan sekolah menegah keatas (SMA) juga terjadi seperti hal ini. Walaupun tidak sampai menghilangkan nyawa seseorang tetapi sangat disayangkan hal seperti ini terjadi di SMA. Kejadian kekerasan seperti ini sering terjadi pada saat MOS (Masa Orientasi Sekolah) yang sering disebut juga Ospek. Walaupun pihak sekolah mengaku tidak ada kekerasan saat Ospek tersebut tetapi ada beberapa siswa baru yang complain telah terjadinya kekerasan itu. Para siswa baru mengunkapakan kekerasan seperti itu terjadi diluar pengawasan guru. Jadi dapat disimpulkan kalau kejadian itu diluar jam Ospek.

    Kekerasan yang terjadi pada tingkat SMA tidak berhenti disitu saja, tapi kekerasan antara senior dan junior terjadi setelah masa Ospek. Contohnya saja di SMA ternama di Jakarta, anak kelas satu menjadi bulan – bulanan anak kelas tiga karena anak kelas satu ini melewati jalur “kramat” yang hanya boleh dilewati kelas 3 saja. Sungguh kejadian yang sangat diluar bayangan kita, kekerasan terjadi karena masalah sepele, dendam, atau “tradisi” yang ada.

    Contoh yang mengejutkan lagi peristiwa dimana seorang santri di pondok pesantren hilang nyawanya akibat dihajar santri seniornya. Kekerasan pun terjadi di Pondok Pesantren yang notabene merupakan lembaga pembelajaran agama Islam dimana agama itu melarang adanya kekerasan antar manusia. Bahkan bukan hanya di Pondok Pesantre kekerasan itu terjadi tetapi kekerasan itu dilakukan seorang Ustadz yang merupakan Ketu MUI di salah satu daerah Jawa Timur. Ustadz tersebut tega menyiramkan air keras kepada empat muridnya karena bukan kesalahan muridnya, melainkan mereka dituduh mencuri telepon seluler milik anak ustadz yang sebelumnya kehilangan telepon seluler.

    Apa yang sebenarnya terjadi pada peristiwa kekerasan seperti ini? Lembaga pendidikan yang harusnya memiliki cara pikir yang kritis berubah menjadi hal yang brutal. Seorang yyang harusnya jadi panutan malah melakukan tindakan yang seperti ini. Penyimpangan sosial yang tidak sesuai kaidah yang berlaku sering terjadi dengan sengaja atau tidak sengaja. Mungkinkah penyimpangan itu terjadi akibat konsensus publik terhadap tindakannya hingga melakukan penyimpangan atau penyimpangan itu terjadi karena hilangnya kontrol sosial dan ketidaksesuaian norma lagi?

 

Bagaimana Kasus – Kasus Penyimpangan Ini Dapat Terjadi?

Latar Belakang Penyebab Kasus Tindakan Penyimpangan

    Semua peristiwa yang terjadi pasti terdapat latar belakang dan faktor – faktor yang mempengaruhi. Latar belakangan penyimpangan sosial yang terjadi di masyarakat dan yang terjadi pada kasus – kasus di atas akan dijelaskan sebagai berikut:

  • Proses sosialisasi yang tidak sempurna.

    Proses sosialisasi yang tidak sempurna atau tidak berhasil karena seseorang mengalami kesulitan dalam hal komunikasi ketika bersosialisasi. Artinya individu tersebut tidak mampu mendalami norma- norma masyarakat yang berlaku. Ketidakmampuan individu untuk memahami konsep – konsep norma di masyarakat membuat individu itu menyimpang. Hal ini dikarenakan tindakan yang dilakukan disesuai dengan kebiasaan di masyarakat.

  • Telah terjadi atau sudah ada subkultural yang menyimpang

    Penyimpangan terjadi karena telahh terjadi penyimpangan sebelumnya, sehingga membuat individu atau kelompok ikut juga melakukan penyimpangan. Dalam konteks ini dapat dilihat bahwa keadaan yang terjadi adalah anomine (kekosongan norma). Dalam keadaan ini bukan berarti masyarakat bebas melakukan apa saja, namun kondisi anomine yang berlaku masih ada norma yang berlaku tetapi tidak bisa menjadi pegangan atau kepastian dalam melakukan tindakan. Jadi individu atau kelompok leluasa bertindak karena kekuatan norma yang berlaku tidak dapat mengatur tindakan mereka.

    Kedua latar belakang di atas merupakan garis besar yang menyebabkan kasus kekerasan yang terdapat di atas dapat terjadi walaupun tidak menutup kemungkinan ada latar belakang lain yang menyebabkan terjadinya penyimpangan sosial tersebut.

    Latar belakang pertama yaitu proses sosialisasi yang tidak sempurna, dalam kasus diatas dapat kita lihat bahwa penyimpangan sosial dalam bentuk kekerasan itu terjadi akibat tidak adanya keberanian dari junior untuk bertanya kepada senior tentang kenapa senior melakukan tindakan kekerasan terhadap junior tanpa alasanan yang jelas. Hal ini dikarenakan senioritas yang terjadi dalam lembaga pendidikan tersebut yang menyebabkan tidak adanya komunikasi yang baik antara senior dan junior.

    Diluar hal itu adanya rasa takut dari junior untuk menentang senior. Perasaan sebagai anggota baru yang ingin diterima oleh kelompoknya, jadi para junior menerima saja perlakuan kasar dan keras dari seniornya berulang kali.

    Hal kedua adalah telah ada subkultural yang menyimpang sehingga terjadi penyimpangan dan telah dianggap biasa dalam lingkungan tersebut. Maksudnya kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan seperti IPDN, STIP, dan SMA pada dewasa ini bukan hal baru. Semua tindakan kekerasan yang terjadi merupakann “warisan” dari angkatan atau generasi sebelumnya. Para pelaku ini sebelumnya juga korban kekerasan begitu pula para korban akan menjadi pelaku pada saat memiliki junior. Tindakan ini berputar tidak terputus karena kondisi lingkungannya anomine. Norma masih ada dan berlaku, namun norma itu tidak dapat mengendalikan tindakan kekerasan seperti pemukulan yang kita lihat pada rekaman video yang ditayangkan di televisi.

    Perlu ditegaskan yaitu norma yang saya maksud bukanlah peraturan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan tersebut, namun norma yang saya maksud adalah kaidah yang berlaku dimasyarakat tidak memiliki kekuatan untuk mengendalikan tindakan tersebut. Hal ini terjadi karena pihak yang melakukan merasa apa yang dilakukannya merupakan hal yang wajar dan biasa. Sedangkan peraturan yang dibuat oleh lembaga pendidikan masih berlaku dan dipatuhi. Penyimpangannya terjadi pada pelaksanaan dan pemberian hukuman atau sanksi terhadap pelanggarnya.

Faktor – Faktor Penyebab Kasus Tindakan Penyimpangan

    Adanya tindakan penyimpangan seperti penyalahan penggunaan narkoba, pelacuran, perampokan, dan kekerasan yang terjadi di Institusi Pendidikan terdapat faktor – faktor yang mempengaruhinya. Pada kasus diatas faktor yang mempengaruhi sebagai berikut:

  • Longgar/tidak adanya nilai dan norma. Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau benar salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran longgar tidaknya norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Norma dan nilai sosial masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai sosial masyarakat yang lain. Faktor tersebut yang terlihat sekali pada contoh kasus kekerasan yang terjadi. Pukulan, tendangan, tendangan, dan tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap juniornya seperti hal yang wajar. Padahal mereka mengetahui apa yang dilakukan itu tidak sesuai norma dan nilai yang berlaku tetapi masih tetap dilakukan bahkan mereka merasa bangga melakukannya karena mereka beranggapan telah menyampaikan “pembelajaran tradisi” kepada juniornya yang mana hal itu telah menyimpang dan akan selalu begitu.
  • Penyalahgunaan Peran, Otoritas Kekuasaan, dan Status yang dimilik oleh seseorang atau kelompok tertentu di masyarakat yang seharusnya menjadi contoh yang baik tetapi melakukan tindakan penyalahgunaan dengan megabaikan norma. Faktor penyalahgunaan peran, otoritas kekuasaan, dan status dimana pelaku penyimpangan ini merasa apa yang dilakukannya itu benar walaupun tidak sesuai norma dan nilai di masyarakat. Hal ini terjadi pada contoh kasus ustadz yang menyiram tangan muridnya dengan air keras. Menurut ustadz, dia merasa melakukan hal yang benar karena tindakannya memberikan hukuman pada muridnya yang dituduh mencuri. Selain itu dia beranggapan kalau yang dilakukannya diakan menjadi masalah karena dia memiliki status yang terpandang di masyarakat apalagi di seorang ustadz dan ketua MUI. Namun semua itu tetap dinilai salah dan menyimpang terhadap masyarakat. Karena perbuatan itu tidak dibenarkan dalam norma masyarakat bahkan norma agama yang mana ustadz itu melakukan tindakan kekerasan, penganiayaan, dan main hakim sendiri.
  • Psikologis
    Menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya dengan kepribadian retak atau kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan. Dapat juga karena pengalaman traumatis yang dialami seseorang. Keadaan trauma yang dialami dapat membuat tidak ingin melakukan penyimpangan, namun pada keadaan trauma ini sering muncul rasa dendam untuk membalas perbuatan yang telah terjadi. Hal yang perlu disayangkan adalah pembalasan dendam ini tidak pada senior melainkan kepada junior barunya yang tidak mengetahui apa – apa sehingga hal ini terjadi terus menerus.
  • Kurangnya kontrol sosial atau pengawasan terhadap pelaksanaan norma dan nilai yang berlaku dimasyarakat. Tindakan penyimpangan pada dasarnya adalah sebuah tindakan menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Tindakan ini biasanya dilakukan beberapa kelompok atau individu yang merasa tidak cocok terhadap norma yang berlaku. Oleh sebab itu, mereka yang berwenang seharusnya tidak hanya pembuatan norma saja tetapi juga ikut mengawasi dan mengontrol nilai dan norma agar tidak terjadi penyimpangan. Khusus keterkaitannya dengan contoh kasus adalah kekerasan yang terjadi tidak diketahui oleh pihak institusi atau pun sekolahan. Karena tindakan kekerasan ini dilakukan pada saat tidak adanya pengawasan dan korban kekerasan diancam agar tidak berbicara yang terjadi kepada pihak institusi atau sekolah. Jadi perlunya kontrol dan pengawasan harus lebih ketat agar tidak adanya tindakan penyimpangan.

        Tindakan penyimpangan sosial khususnya kekerasan tidak mungkin terjadi apabila faktor – faktor diatas dapat di atasi oleh setiap individu. Namun kita tidak bisa mempersalahkan tiap individu karena mereka memiliki kemampuan yang berbeda – beda dalam pemahaman nilai dan norma. Tetapi setidaknya kita bisa saling mengawasi dan mengontrol nilai dan norma yang digunakan agar tidak disimpangkan atau menjadi alasan untuk melakukan penyimpangan.

Dampak Akibat Penyimpangan Sosial

    Tindakan penyimpangan sosial yang tidak sesuai dengan apa yang berlaku di masyarakat memberikan dampak yang drastis dalam kehidupan masyarakat. Keterkejutan masyarakat yang melihat tindakan kekerasan dalam pendidikan dan penyimpangan yang dilakukan oleh seorang panutan merupakan hal yang tidak wajar. Namun untuk lebih jelasnya akan saya uraikan pada dampak dari segi positif saja dari contoh kasus di atas, karena untuk dampak negatifnya kita dapat mengetahuinya.

  • Dampak Positif
  1. Tindakan kekerasan yang cenderung menyimpang dan negatif di masyarakat sangat di tentang sekali. Namun kita harus sadari dari hal itu mengingatkan agar berbenah diri. Ada yang salah sehingga terjadi hal seperti itu. Evaluasi untuk memperbaiki apa yang kurang sesuai lebih difokuskan supaya tidak terjadi peristiwa seperti itu.
  2. Sosialisasi dan kontrol sosial akan norma dan nilai dilakukan setiap individu. Proses penyampaian nilai dan norma tidak hanya sekedar proses, namun harus ada kelanjutannya. Khususnya untuk kontrol sosial, tanpa adanya kontrol terhadap tindakan penyimpangan maka akan menimbulkan penyimpangan juga dan dapat menjadi kebiasaan.
  3. Pemahaman akan status dan peran individu di masyarakat. Peran dan status juga memberikan dampak yang cukup mengejutkan. Pada contoh kasus ustadz yang menyiksa muridnya dengan air keras, itu merupakan adanya peran dan status yang disalahgunakan. Oleh sebab itu peran dan status dari yang kecil sampai yang besar harus mengerti fungsi masing – masing di masyarakat serta semua itu saling mendukung antara satu dan lainnya.

Kesimpulan

    Terjadinya kasus kekerasan diatas merupakan suatu yang bisa dibilang penyimpangan. Hal ini dikarenakan adanya perilaku yang tidak sesuai oleh norma dan nilai di masyarakat. Misalnya yang terjadi pada IPDN, STIP, atau SMA saat masa Ospek. Mereka melakukan tindakan seperti itu karena ada tujuannya yaitu untuk menaikkan posisi tawar dalam dinamika kehidupan kampus yang pada akhirnya juga menaikkan posisi tawarnya di masyarakat nantinya. Sehingga terdapat kecenderungan penyimpangan ini untuk menunjukan “kekuasaan”. Apalagi dalam tata pergaulan, dalam suatu kelompok, nilai-nilai pribadi yang baik itu akan sangat mudah terkooptasi. Jadi ada perbedaan perilaku di lingkungan rumah dan pergaulan. Selain itu kekerasan terjadi juga dipengaruh keberadaan kelompok sosial dimana lebih mengutamakan indentitas kelompoknya daripada jati diri.

    Lebih diperparah lagi karena adanya penyalahgunaan peran dan status yang dimiliki. Pada contoh kasus ustadz yang menyiksa muridnya dengan air keras, itu merupakan adanya peran dan status yang disalahgunakan. Dia beranggapan tidak menjadi permasalah bila melakukan tindakan itu karena dia orang yang memiliki peran dan status yang terpandang di masyarakat. Namun anggapan itu ditolak oleh masyarakat karena kesewang – wenangan dalam penggunaan “kekuasaan” yang diperoleh dari peran dan statusnya.

    Anggapan penyimpangan dalam kasus ini atau diluar kasus ini karena adanya bentuk tindakan yang tidak sesuai menurut masyarakat. Yang mana seorang siswa atau mahasiswa yang seharusnya menjadi penerus bangsa malah menjadi perusak bangsa. Tindakannya pun tidak sesuai dengan status yang disandangnya. Memiliki tingkat kecerdasaan yang bisa dikatakan tinggi namun perilakunya seperti orang yang tidak berpendidikan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Windu. 2009. Penyimpangan Sosial Dalam Masyarakat., http://ips-mrwindu.blogspot.com,

(diunduh tanggal 12 Januari 2010).

 

mhs_new. 2007. Contoh Kasus Penyimpangan Pemuda Beserta Solusinya., http://one.indoskripsi.com, (diunduh tanggal 12 Januari 2010).

 

Modul Online. Penyimpangan Sosial., http://www.modulonline.com,

(diunduh 12 Januari 2010).


 

PERKEMBANGAN POPULASI MANUSIA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA

4 Komentar

Latar Belakang

    Meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia telah menyebabkan tekanan terhadap sumber daya alam termasuk udara, air, tanah, dan keanekaragaman hayati. Kehidupan modern dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) hingga saat ini pada umumnya masih mengeksploitasi sumber daya alam secara maksimal terutama untuk keperluan bahan baku industri, termasuk industri kimia, yang juga menghasilkan limbah yang mengotori bumi. Apabila proses eksploitasi ini tidak dikendalikan dan limbah yang dihasilkan belum ditangani secara serius, maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.

    Pembangunan saat ini pun belum memuat pertimbangan lingkungan yang memadai. Namun, upaya pencegahan sudah mulai dilakukan melalui berbagai aturan perundangan mengenai lingkungan. Di samping itu, kemiskinan di selatan dan kemapanan di utara cenderung merusak lingkungan hidup dan memboroskan sumber daya alam. Dengan demikian, memahami bumi dan proses yang terjadi di dalamnya adalah mutlak agar manusia dapat bertindak bijaksana. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga kapasitas lingkungan agar dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan baik.

    Manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan di bumi sudah sepatutnya melakukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan bumi. Populasi manusia di bumi telah melampaui 6 miliar jiwa pada tahun 2000 dan diperkirakan akan mencapai 8 miliar jiwa pada tahun 2020. Untuk mendukung jumlah manusia sebanyak itu, beban bumi akan semakin berat, terutama dalam penyediaan sumber daya alam dan untuk memberikan lingkungan yang berkualitas layak.

Mengapa Populasi Manusia Meledak?

    Sebagian besar pertumbuhan penduduk dunia 97%-nya berasal dari Negara-negara dunia ketiga. Sejak abad kedua puluh, sebagian besar permasalahan yang menimbulkan gejolak resiko kehilangan nyawa serta lonjakan kematian manusia besar-besaran telah dapat diatasi oleh kemajuan teknologi dan perkembangan ekonomi. Konsekuensinya, tingkat kematian menurun begitu cepat hingga mencapai titik yang terendah sepanjang sejarah manusia. Penurunan angka mortalitas disebabkan oleh kemajuan teknologi di bidang kedokteran. Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat dewasa ini disebabkan oleh cepatnya transisi yang melanda kecenderungan penduduk dunia. Yakni, yang semula memiliki angka kematian dan angka kelahiran yang tinggi menjadi angka kematian yang rendah namun angka kelahiran tetap tinggi.

    Penyebab utama perbedaan laju pertumbuhan penduduk antara negara maju dan negara berkembang bertumpu pada perbedaan tingkat kelahiran. Kesenjangan tingkat kematian antara negara maju dan berkembang semakin lama semakin kecil. Penyebab utamanya adalah membaiknya kondisi kesehatan di seluruh Negara-negara dunia ketiga. Bagi kebanyakan Negara berkembang, tingkat kematian bayi telah mengalami penurunan besar selama beberapa dekade terakhir sehingga harapan hidup menjadi lebih lama.

    Tidak hanya dalam tingkat kelahiran, kematian, kesehatan manusia, dan ekonomi saja yang mempengaruhi meledaknya populasi manusia. Tingkat pendidikan manusia juga berperan langsung dalam bertambahnya populasi manusia di Bumi ini. Pemahaman terhadap pola pikir masyarakat yang modern menjadikan seseorang lebih berpikir untuk menata kehidupan berkeluarga. Selain itu usia produktif tidak langsung menikah tetapi mereka akan lebih produktif untuk bekerja dibandingkan untuk berkeluarga apabila tingkat pendidikan yang mereka enyam tinggi.

    Pertambahan jumlah penduduk ini tidak diiringi bersamaan dengan peningkatan jumlah kualitas dan kuantitas alam, sehingga secara langsung alam sebagai tempat tinggal manusia terancam akibat tingginya kapasitas manusia di Bumi ini yang tidak seimbang dengan sumber daya alam yang ada di dalamnya.

Dampak Meledaknya Populasi Manusia

    Sepanjang menyangkut lingkungan hidup dan/atau sumber daya alam (SDA), manusia sebenarnya dihadapkan pada suatu tantangan berat. Tantangan adalah suatu keadaan atau kondisi yang menghadapkan manusia pada suatu masalah, tetapi pemecahannya memerlukan suatu kemampuan baru (yang masih harus dicari dan dikembangkan). Tiga tantangan yang paling menonjol yang digarisbawahi dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi 1992 di Rio de Janeiro adalah :

  • Pesatnya laju pertumbuhan populasi manusia di bumi.

    Pertumbuhan penduduk dunia meningkat pesat seperti yang disajikan dalam Gambar 1.


 

Gambar 1. Pertumbuhan dan proyeksi penduduk dunia, 1950 – 2050

Sumber : Population Division of the Department of Economic and Social Affairs

of the United Nations Secretariat (2004), http://esa.un.org/unpp

 

 

  • Bumi telah terbelah menjadi dua dunia yaitu :
    • Dunia Utara sebagai negara industri maju yang jumlah penduduknya relatif sedikit, kurang dari 20% penduduk bumi seluruhnya. Namun, konsumsi sumber daya alam secara umum dapat mencapai 40 kali dari dunia selatan.
    • Dunia Selatan yang terdiri atas negara sedang berkembang. Mereka masih dicengkeram oleh kemiskinan dan keterbelakangan sedemikian rupa sehingga kehidupan bagi mereka adalah suatu perjuangan untuk mempertahankan keberadaan atau eksistensi belaka. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila mereka tidak memperdulikan persoalan lingkungan.
  • Perkembangan Iptek yang secara umum masih berciri eksploitatif, menghasilkan limbah dalam jumlah yang tinggi, dan tidak hemat energi. Hal tersebut memberikan tekanan yang tinggi terhadap ekosistem di bumi.

    Apabila ketiga tantangan tersebut tidak mampu kita jawab, maka berbagai masalah akan merongrong tidak hanya bagi manusia tetapi juga seluruh makhluk hidup yang berada di bumi. Beberapa dampak, yang telah diidentifikasi sejak KTT di Rio de Janerio 1990, apabila tantangan-tantangan tersebut tidak terjawab adalah :

  • Bumi akan mengalami krisis untuk memperoleh air bersih, dalam arti tidak hanya kuantitas namun juga kualitas.
  • Berkurangnya lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan keperluan hidup lainnya. Hal ini disebabkan oleh pengalihan pemanfaatan lahan pertanian menjadi lahan untuk non-pertanian dan meluasnya pembentukan lahan kritis sebagai akibat pemanfaatan lahan pertanian yang tidak memerhatikan upaya pemeliharaan kesuburan tanah. Hal-hal tersebut berakibat pada penggurunan, pengikisan, dan pelongsoran.
  • Menipisnya luas kawasan hutan secara global karena tuntutan akan kebutuhan lahan non hutan. Yang dikhawatirkan adalah menurunnya keanekaragaman hayati secara besar-besaran, baik dalam bentuk jenis tumbuhan dan satwa liar maupun juga ekosistem dan plasma nutfah.
  • Terjadinya pencemaran dan perusakan ekosistem pantai dan laut sebagai akibat penangkapan ikan yang berlebihan (over-fishing), perusakan habitat satwa laut dan terumbu karang, dan pencemaran oleh limbah dan sampah yang terbawa aliran muara sungai dari kegiatan manusia di darat.
  • Peningkatan beban pencemaran ke udara atau atmosfer juga memberikan ancaman terhadap penurunan kualitas udara sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan iklim secara global (akibat menipisnya ozon dan meningkatnya gas rumah kaca), dan hujan asam. Di samping itu, jumlah dan jenis limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) meningkat yang keseluruhannya dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

    Seperti yang disebutkan beberapa hal yang akan terjadi pada pertemuan di Rio de Janeiro tahun 1992 silam. Beberapa hal tersebut telah terjadi di Bumi ini akibat meledaknya populasi manusia yang tidak bisa dikontrol. Hal ini tidak diimbangi oleh pengendalian eksploitasi alam sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Perkembangan teknologi yang sangat pesat juga menjadikan salah satu dari beberapa permasalahan yang timbul akibat peningkatan populasi manusia. Alam sebagai penyedia kebutuhan manusia di Bumi ini tanpa terkendali dieksploitasi untuk penemuan – penemuan dalam upaya pengembangan teknologi. Hal ini dapat diambil contoh kasus yaitu di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar adalah Taman Nasional Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu berlangsung. Sekitar 80 % dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang dan mengalami rusak berat. Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu diperkirakan jumlahnya sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong chainsaw. Selain itu di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah mengerikan. Sasaran penebangan adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin, Meranti, Klansau, Mabang, Bedaru, dan jenis Kayu Tengkawang yang termasuk jenis kayu dilindungi. Kayu-kayu gelondongan yang telah ditebang langsung diolah menjadi balok dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm dengan panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ini ke wilayah Malaysia sekitar 50 –60 truk. Penajarahan liar atau ilegal logging ini terjadi akibat kebutuhan manusia akan kayu untuk industri yang maju sangat kurang, sehingga timbul ilegal logging yang langsung merusak alam dan lingkungannya.

    Dari perusakkan alam yang berlebihan inilah timbul berbagai masalah yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Permasalahan tersebut semakin hari semakin parah karena manusia sebagai pengelolanya tidak dapat mengelola dan mengontrol dengan baik pemanfaatan alam tersebut. Kerusakkan alam yang terjadi di beberapa kawasan lingkungan di Indonesia:

  • KAWASAN PERTANIAN

    Berbagai kerusakan lingkungan di ekosistem pertanian telah banyak terjadi baik pada ekosistem pertanian sawah maupun ekosistem pertanian lahan kering nonpadi. Kerusakan lingkungan di ekosistem sawah utamanya diakibatkan oleh program Revolusi Hijau (green revolution), khususnya dengan adanya introduksi varietas padi unggul dari Filipina, dan penggunaan pupuk kimia, serta penggunaan pestisida yang tak terkendali. Revolusi Hijau memang telah berjasa meningkatkan produksi padi secara nasional (makro), namun program tersebut juga telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang tidak sedikit, seperti kepunahan ratusan varietas padi lokal, ledakan hama baru, serta pencemaran tanah dan air.

    Pengaruh Revolusi Hijau pada sistem sawah, secara tidak langsung juga telah menyebabkan komersialisasi pertanian lahan kering. Misalnya, akibat desakan ekonomi pasar di berbagai tempat, sistem pertanian agroperhutanan (agroforestry) tradisional yang ramah lingkungan, seperti kebun campuran (talun, Sunda) ditebangi, dibuka lalu digarap menjadi kebun sayuran komersil. Akibatnya, sistem pertanianagroperhutanan tradisional yang tadinya biasa ditanami aneka jenis tanaman kayu bahan bangunan, kayu bakar dan buah-buahan, serta ditanami juga dengan jenis tanaman semusim, seperti tanaman pangan, sayur, bumbu masak, dan obat-obatan tradisional, kini telah berubah menjadi sistem pertanian sayur monokultur komersil.

    Kendati memberi peluang keluaran (output) ekonomi lebih tinggi, pengelolaan sistem pertanian komersil sayuran pada dasarnya membutuhkan asupan (input) yang tinggi yang bersumber dari luar (pasar). Keperluannya terurai seperti, benih sayur, pupuk kimia dan obat-obatan, sehingga petani menjadi sangat tergantung pada ekonomi pasar. Akibat perubahan ini, berbagai kerusakan lingkungan terjadi di sentra-sentra pertanian sayur lahan kering, seperti pegunungan Dieng di Jawa Tengah, serta Garut, Lembang, Majalaya, Ciwidey, dan Pangalengan, di Jawa Barat. Kerusakan itu antara lain timbulnya erosi tanah dan degradasi lahan, karena lahan menjadi terbuka. Erosi tanah dan pencucian pupuk kimia, serta pestisida juga masuk ke badan perairan, seperti sungai, kolam dan danau. Hal ini telah mengganggu lingkungan perairan, seperti pendangkalan sungai, danau, dan pencemaran perairan yang mengganggu kehidupan ikan, udang, dan lain-lain. Secara umum lahan yang terbuka, telah menyebabkan punahnya fungsi-fungsi penting dari agro-perhutanan tradisional. Misalnya, fungsi pengatur tata air (hidroorologi), pengatur iklim mikro, penghasil seresah dan humus, sebagai habitat satwa liar, dan perlindungan varietas dan jenis-jenis tanaman lokal. Maka tidaklah heran bila berbagai varietas atau jenis – jenis tanaman lokal, seperti bambu, buah-buahan, kayu bakar, bahan bangunan, dan obat-obatan tradisional, makin langka, karena kurang dibudidayakan oleh para petani di lahan-lahan kering pedesaan mereka.

  • KAWASAN PESISIR DAN LAUTAN

Menurut taksiran, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km atau sekitar 14% garis pantai dunia, dengan luas perairannya mencapai 5,8 juta km2 (termasuk ZEEI). Kekayaan yang dimiliki di kawasan pesisir dan lautan adalah meliputi hutan mangrove, terumbu karang dan ikan hias, rumput laut, dan perikanan. Pada akhir tahun 1980-an, luas hutan mangrove masih tercatat mencapai 4,25 juta ha, dengan sebaran yang terluas ditemukan di kawasan Irian Jaya/Papua (69 %), Sumatera (16 %), dan Kalimantan (9 %). Namun di P. Jawa, kawasan hutan mangrove (bakau) sudah sangat terbatas, hanya tinggal tersisa di bebarapa kawasan saja. Indonesia juga memiliki wilayah terumbu karang terluas dengan bentangan dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 17.500 km.

Rumput laut juga ditemukan di banyak tempat. Rumput laut biasanya berguna bagi berbagai kepentingan, seperti makanan ternak serta bahan baku industri. Sedangkan perikanan laut Indonesia, kaya akan jenis-jenis ikan ekonomi penting, seperti tuna, cakalang, ikan karang, pelagik kecil, dan udang. Namun sayangnya berbagai potensi kawasan pesisir dan lautan ini telah mendapat berbagai tekanan berat dari tindakan manusia yang tidak bijaksana, sehingga telah menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan.

Bukan merupakan rahasia lagi bahwa hutan mangrove di berbagai kawasan banyak terganggu. Misalnya, penduduk lokal telah lama menggunakan berbagai pohon bakau untuk kayu bakar, bahan bangunan, tonggak-tonggak bagan, tempat memasang jaring ikan, bahan arang dan lain sebagainya. Hutan mangrove juga telah dibuka secara besar-besaran untuk dijadikan daerah pemukiman, perkebunan, bercocok tanam dan pertambakan udang. Selain itu, pengambilan kayu-kayu mangrove berfungsi sebagai bahan bakar pabrik minyak kelapa, pabrik arang, dan bahan bubur kayu (pulp). Penebangan hutan mangrove dapat membawa dampak negatif, misalnya keanekaragaman jenis fauna di hutan tersebut berkurang secara drastis, sementara habitat satwa liar, seperti jenis-jenis burung dan mamalia terganggu berat. Dampak lain adalah hilangnya tempat bertelur dan berlindung jenis-jenis kepiting, ikan dan udang sehingga banyak nelayan mengeluh karena makin sedikitnya hasil tangkapan mereka. Pengikisan pantai pun makin menjadi, akibatnya air asin dari laut merembes ke daratan. Maka daerah pertanian dan pemukiman jadi terganggu. Belum lagi akibat jangka panjang dan dari segi ilmu pengetahuan, sangatlah sukar untuk dapat dinilai kerugian yang terjadi akibat kerusakan atau punahnya hutan mangrove tersebut.

Gangguan lainnya pada ekosistem pesisir dan laut adalah penggunaan bahan peledak dan racun sianida untuk menangkap ikan serta pengambilan terumbu karang. Hal tersebut menyebabkan berbagai gangguan dan kerusakan terhadap jenis-jenis terumbu karang dan ikan hias. Gangguan terhadap perikanan laut, antara lain terjadi karena adanya eksplotasi jenis-jenis ikan dan udang yang melampui nilai keberlanjutannya dan diperberat dengan makin maraknya pencurian yang dilakukan oleh para nelayan asing, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Filipina. Hal ini semua telah menyebabkan penangkan ikan secara berlebihan (overfishing) yang mengganggu ekosistem lautan.Untuk jangka panjang, hal ini sangat membahayakan, karena keberlanjutan usaha perikanan nelayan dan industri perikanan di Indonesia tidak dapat dijamin.

  • KAWASAN HUTAN

Berbagai kawasan hutan di Indonesia, seperti hutan gambut yang tumbuh di lahan-lahan basah gambut, yang sangat masam (pH 4.0) dan berkandungan hara rendah, serta lahan hutan hujan pamah Dipterocarparceae ataupun non-Dipteroracpaceae telah banyak yang mengalami kerusakan. Salah satu kasus yang paling menonjol adalah pembukaan lahan gambut secara besarbesaran — dalam rangka Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PPLG) sejuta hektar di Kalimantan Tengah pada tahun 1995 — tanpa mempedulikan dampaknya terhadap lingkungan hidup. Program di lahan seluas 1.687.112 hektar tersebut diperuntukan bagi pengembangan pertanian tanaman pangan, lahan sawah, dan sebagai kawasan transmigrasi. Namun gagasan tersebut pudar seiring dengan munculnya sistem pemerintahan yang baru. Akibatnya lahan – lahan itu dibiarkan membentuk semak-semak belukar sehingga para transmigran yang sudah lama bermukim di sekitar tempat itu pun tidak dapat lagi menggarap lahan tersebut, karena selain lahannya sudah tidak subur, banyak hama tikus dan babi hutan.

Di samping itu, air di parit-parit pun berwarna gelap kemerah-merahan serta asam, sehingga bila dikonsumsi dapat merusak gigi (Kompas, 8 Mei 2000). Masalah lainnya, peladangan liar oleh penduduk pendatang, kebakaran hutan dan lahan, pemberian konsesi hutan (HPH), pembukaan hutan untuk transmigrasi dan perkebunan besar, serta pencurian hasil hutan, juga telah menyebabkan kerusakan ekosistem hutan secara besar-besaran. Akibatnya, keanekaragam flora dan fauna hutan menurun drastis, serta manfaat hutan bagi manusia dapat terganggu atau hilang sama sekali. Contohnya,hilangnya manfaat yang langsung bagi manusia, antara lain hasil kayu, getah, sumber obat-obatan, bahan industri, bahan kosmetik, bahan buah-buahan dan lain-lain.

Di samping itu, manfaat hutan secara tidak langsung juga ikut hilang. Misalnya, sebagai pengatur tata air di alam (hidroorologi), memberi keindahan di alam, menjaga kelembaban udara, memelihara iklim lokal, habitat satwa liar, sumber plasma nutfah, kepentingan rekreasi, kepentingan ilmiah, dan lain-lain.

Secara umum, adanya gangguan hutan di mana-mana, yang paling merasakan akibatnya secara langsung adalah penduduk yang bermukim di kawasan atau sekitar kawasan hutan. Rusak atau hilangnya hutan, bukan saja dapat mengakibatkan gangguan lingkungan hayati, tapi juga secara langsung dapat mengganggu kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat pedesaan hutan. Mereka yang tadinya mendapatkan bahan makanan dari jenis-jenis tumbuhan atau satwa liar dengan secara bebas di hutan, akan kehilangan sumber kehidupannya.

 

    Setelah lima belas tahun berlalu sejak pertemuan di Rio de Janeiro dan serangkaian negosiasi internasional yang melibatkan banyak negara dan para ahli, termasuk di antaranya yang paling terkenal adalah Protokol Kyoto. Apakah lingkungan bumi kita makin membaik? Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa keadaannya justru makin memburuk. Konsentrasi gas-gas rumah kaca (antara lain gas CO2, CH4, N2O, dan HFC) di atmosfer terus meningkat, yang mengakibatkan perubahan iklim global.

    Perubahan iklim tersebut dipicu oleh meningkatnya temperatur rata-rata secara global yang sejak tahun 1880 hingga tahun 2002 hampir sekitar 0,6 OC (1 OF), seperti terlihat pada Gambar 2. Bagaimana prediksi temperatur bumi di masa yang akan datang? Apakah akan mengikuti garis merah, ataukah mengikuti garis biru? Dan bagaimana dengan masa depan kehidupan manusia di bumi ini?

 


 

Gambar 2. Perubahan temperatur rata-rata tahunan secara global

Sumber : Mader (2007)

 

Bagaimana Cara Pengendalian dan Penanggulangan?

    Pemerintah Indonesia sejak lama telah melakukan beberapa upaya pengendalian dan penanggulangan kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan penyusutan keanekaragaman hayati. Beberapa kebijakan telah dicanangkan terutama terkait dengan upaya pelestarian/konservasi. Selain itu diupayakan pula suatu kebijakan pemanfaatan yang mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan serta pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan keanekaragaman hayati. Sejak tahun 1990 telah diterbitkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mengatur konservasi keanekaragaman ekosistem dan spesies terutama di kawasan lindung. Indonesia memiliki 387 unit kawasan lindung/konservasi, meliputi 357 unit daratan (sekitar 17,8 juta hektar) dan 30 unit kawasan laut (sekitar 44,6 juta hektar). Namun pengelolaan kawasan lindung, khususnya dalam menjamin partisipasi masyarakat, penegakan hukum, dan lokasi anggaran kurang memadai, sehingga beberapa kawasan lindung terancam oleh kegiatan perburuan, penangkapan ikan, penebangan dan pemungutan sumberdaya hutan ilegal, serta konflik dengan masyarakat lokal.

    Pada awal tahun 1990 KLH telah menyusun suatu Strategi Nasional Pengelolaan Keanekaragaman Hayati yang diikuti dengan kompilasi Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati (Biodiversity Action Plan of Indonesia – BAPI) yang diterbitkan oleh BAPPENAS pada tahun 1993. Saat ini BAPPENAS dengan bantuan Global Enviroronment Facilities (GEF) sedang merevisi BAPI melalui penyusunan Rencana Aksi dan Strategi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan – IBSAP). Kegiatan yang melibatkan berbagai instansi terkait dan LSM ini, diharapkan akan selesai pada tahun 2003 ini. Sementara itu, pemerintah telah juga mengembangkan UU No. 5 1994 mengenai Ratifikasi Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity – CBD). KLH bertindak sebagai National Focal Point yang bertugas mengkoordinasikan implementasi CBD di tingkat nasional. Indonesia juga telah meratifikasi beberapa konvensi PBB yang terkait, seperti CITES, RAMSAR, World Heritage Convention (WHC)) serta telah menandatangai Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati. Pemerintah juga berpartisipasi pada kegiatan MAB (Man and Biosphere) yang dikoordinasikan oleh UNESCO dan dalam kerangka ASEAN, Indonesia berpartisipasi aktif pada kegiatan program ARCBC (ASEAN Regional Center on Biodiversity Conservation) yang merupakan proyek kerjasama ASEAN-EU dan berkedudukan di Manila.

 

 

Pemanfaatan Teknologi Pembangunan Berkelanjutan

        Pola pertumbuhan perkembangan ekonomi atau parameter lainnya, seperti populasi, dapat dilukiskan seperti pada Gambar 3. Memperhatikan pola pertumbuhan pada gambar tersebut, keadaan dunia saat ini berada pada garis hitam-penuh yang sedang menanjak, terutama dari segi pertumbuhan populasi dan ekonomi. Sampai kapankah pertumbuhan ini akan terus berlanjut?

Dengan memerhatikan tanda-tanda yang terjadi di bumi ini dan tantangan yang telah dikemukakan pada KTT Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992, tampaknya tidak mudah diatasi oleh umat manusia, yang terjadi adalah masa depan yang buruk bagi kehidupan manusia. Prediksi yang terjadi adalah seperti yang digambarkan oleh garis merah-penuh pada Gambar 3. Yaitu, terjadinya bencana yang menimpa umat manusia. Keadaan seperti ini haruslah dihindari dengan berbagai cara dan usaha.

        Usaha yang harus dilakukan adalah bagaimana mengatur berbagai upaya untuk mencapai kesetimbangan di bumi ini. Pencapaian kesetimbangan yang dapat menunjang kebutuhan manusia saat ini dengan tidak mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan, dikenal sebagai “Keberlanjutan”, dan masyarakat yang berusaha menciptakan kondisi seperti itu disebut sebagai “Masyarakat yang Berkelanjutan” (Sustainable Society).

 


 

Gambar 3. Pola pertumbuhan pembangunan secara umum

Sumber: Suzuki (2006)

        Bagaimana mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan adalah tantangan besar bagi umat manusia saat ini, yang harus segera dijawab dan diwujudkan. Namun, kriteria apakah yang dapat diterapkan bagi suatu usaha, tindakan, atau kegiatan dalam mewujudkan keberlanjutan tersebut? Kriteria yang digunakan oleh UNFCC (United Nation Framework on Climate Change) dalam mempertimbangkan keberlanjutan suatu proyek atau kegiatan adalah memenuhi 3-P. Arti dari 3-P adalah Planet, Profits, and
Persons. Atau dengan kata lain, keberlanjutan tersebut harus mempertimbangkan keberlanjutan dari sisi Lingkungan, Ekonomi, dan Sosial. Secara diagram ketiga kriteria tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 4.

 


 

Gambar 4. Kriteria dalam pembangunan yang berkelanjutan

Sumber : DSM (2005)

    Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkelanjutan, peranan teknologi tidaklah dapat diabaikan dan dikesampingkan, akan tetapi dengan tantangan yang besar. Mulder (2006) mengungkapkan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan yang berkelanjutan, efisiensi lingkungan produksi dan konsumsi suatu teknologi atau produk rata rata harus mencapai faktor 32,4. Dalam perhitungan tersebut diasumsikan dampak lingkungan dari produksi dan konsumsi pada tahun 2050 adalah separuh dari tahun 2000, jumlah penduduk dunia sebesar 1,5 kali lipat pada tahun 2050 dibandingkan 2000 dan negara miskin mengejar kemakmuran seperti di negara negara maju, yang berakibat pada pemanfaatan sumber daya alam sebesar 10,8 kali lipat pada tahun 2050.

    Dengan melihat angka yang diprediksi tersebut, maka para industrialis, ilmuwan dan insinyur harus memikirkan perubahan teknologi dengan cara lompatan, tidak cukup hanya perubahan yang marjinal. Sejarah mencatat perubahan perubahan teknologi marjinal yang telah dilakukan manusia:

  • Pada saat awal manusia menghadapi persoalan lingkungan adalah dengan cara yang paling mudah, yaitu membuangnya di lahan kosong dan berjauhan dengan kegiatan manusia; atau mengencerkannya ke sungai atau udara.
  • Setelah pencemaran makin meningkat, kemudian diperkenalkan teknologi pengolahan limbah untuk mengurangi dampak dari limbah yang dihasilkan, dengan tidak mengubah proses produksi. Sebagian besar indusri di Indonesia masih pada tahap ini.
  • Metode penanganan limbah ternyata tidak cukup berarti (significant) untuk mengatasi pencemaran lingkungan, sehingga pengurangan beban pencemaran menjadi pilihan yang diutamakan oleh banyak negara maju. Pengurangan beban pencemaran ini bukan hanya mengurangi jumlah limbah, tetapi mencakup pula perancangan-ulang proses produksi, sehingga beban pencemaran dan pengurangan biaya menjadi berarti. Terminologi yang dipakai untuk teknik ini sangat beragam, ada yang menyebutnya pencegahan pencemaran, minimisasi limbah, produksi bersih, teknologi hijau dan sebagainya.

    Namun, teknologi untuk pembangunan yang berkelanjutan–selanjutnya disebut sebagai teknologi berkelanjutan — tidaklah cukup dengan perubahan teknologi yang bertujuan memproduksi barang dan jasa dengan meminimalkan limbah saja, teknologi yang diperlukan adalah teknologi dengan tujuan yang jauh lebih luas. Hal ini untuk memungkinkan kita untuk memenuhi kebutuhan umat manusia dengan tanpa melebihi kapasitas daya dukung dan daya tampung ekologi planet bumi ini dan mempromosikan kesetaraan kebutuhan manusia.

    Teknologi Berkelanjutan mempunyai paling tidak tiga karakterisitik, yaitu: memenuhi kebutuhan umat manusia, mempertimbangkan pengaruh global dan memberikan penyelesaian jangka panjang (Mulder, 2006). Beberapa contoh yang memperlihatkan teknologi yang tidak berkelanjutan, antara lain:

  • Penggunaan pupuk kimia, yang pada awalnya dapat meningkatkan kebutuhan pangan, akan tetapi pada jangka panjang menimbulkan kerusakan tanah pertanian lokal.
  • Obat antibiotika telah dirasakan penting bagi peningkatan kesehatan manusia, tetapi penggunaannya yang sangat luas menyebabkan munculnya bakteri yang tahan terhadap obat antibiotika. Pada jangka panjang, hal ini dapat menimbulkan resiko kesehatan yang luas.

    Kata kunci dari teknologi berkelanjutan adalah adanya inovasi sistem yang mengubah struktur sistem teknologi. Pengertian sistem di sini bukan saja pada skala mikro akan tetapi mencakup inovasi sistem dalam skala besar yang melibatkan unsur unsur yang berkontribusi dalam menghasilkan produk dan jasa bagi konsumen. Inovasi sistem ada kalanya membutuhkan biaya investasi yang besar dan sering pula diiringi dengan kehancuran keseluruhan sistem yang digantikannya. Sebagai contoh, sistem telegraf yang dihancurkan oleh teleks, yang kemudian kedua teknologi tersebut disapu oleh mesin faks. Saat ini, kita sedang mengamati menghilangnya mesin faks yang digantikan oleh pengiriman dokumen melalui surat elektronik (e-mail).

Kesimpulan

    Uraian di atas menunjukkan betapa besar dan luasnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh meningkatnya populasi manusi di Bumi ini secara berkelanjutan. Ada beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan, antara lain:

  1. pertambahan penduduk yang pesat, sehingga telah menyebabkan tekanan yang sangat berat terhadap pemanfaatan keanekaragaman hayati. Misalnya, timbulnya eksploitasi terhadap sumber daya alam yang berlebihan.
  2. perkembangan teknologi yang pesat, sehingga kemampuan orang untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan semakin mudah dilakukan.
  3. makin meningkatnya penduduk lokal terlibat dalam ekonomi pasar kapitalis, sehingga menyebabkan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
  4. kebijakan dan pengelolaan sumber daya alam yang sangat sentralistik dan bersifat kapitalis dan tidak tepat guna.
  5. berubahnya sistem nilai budaya masyarakat dalam memperlakukan sumber daya alam sekitarnya. Misalnya, punahnya sifat-sifat kearifan penduduk lokal terhadap lingkungan hidup sekitarnya.

    Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam yang holistik, berkelanjutan dan berkeadilan sosial bagi segenap warga masyarakat, sungguh diperlukan untuk mempertahankan kelestarian alam dan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

DSM. 2005. “Industrial (White) Technology: An Effective Route to Increase EU     Innovation and Sustainable Growth”.

EuropaBio. 2003. White Biotechnology Gateway to a More Sustainable Future,     Brussels, April.

Marshall, R. 2006. “Broader Horizons for Biomass”, Chemical Engineering, Vol. 113,     No. 10, pp. 21–25.

Mulder, K. Editor. 2006. “Sustainable Development for Engineers“, Greenleaf     Publishing Ltd., Sheffield.

Setiadi, T. 2007. “Peranan Teknik Bioproses dalam mewujudkan Masyarakat     Berkelanjutan‘, Majelis Guru Besar, ITB, Bandung.

Soetaert, W. and Vandamme, E. 2006. “The Impact of Industrial Biotechnology”.

Biotechnology J., 1, pp. 756–769

Bachman, R. 2003. “Industrial Biotechnology – New Value – Creation Opportunities”,     McKinsey and Co., presentasi pada The Bio-Conference, New York.

Suzuki, M. 2006. “Aiming at Sustainable Society”, Half Day Seminar on Sustainable     Society, ITB, Bandung, November 27.

Mader, S.S. 2007. Biology, Ed. 9, McGraw Hill Int. Edition, New York.